manajemen kesiswaan

>> Rabu, 18 Maret 2009

3 Pilar Pembinaan Kesiswaan
Seperti yang pernah ditulis di sini, bahwa sistem pendidikan di Indonesia mengenal dua istilah yaitu Intrakurikuler dan Ekstrakurikuler. Kegiatan intrakurikuler menekankan proses KBM/pembelajaran tatap muka dengan berbagai macam metode yang bisa digunakan oleh guru dengan tujuan peserta didik mampu menerima dan memahami materi pelajaran yang disampaikan. Strateginya adalah bagaimana proses pembelajaran bisa aktif, inovatif, kreatif asyik dan menyenangkan.

Sedangkan ekstrakurikuler berorientasi pada pendekatan Discovery Oriented atau Pendekatan yang berorientasi pengembangan potensi pada penemuan-penemuan atau inovasi-inovasi yang di peroleh lapangan yang bertujuan meningkatkan ketrampilan dan kecakapan hidup. Dengan kata lain Pendidikan Pembinaan Kesiswaan mengarahkan dan mengembangkan potensi untuk berwawasan masa depan (Looking forward), memiliki Keteraturan pribadi (self regulation), dan memiliki rasa kepedulian sosial yang baik (Holy social sense) para siswa.
Berwawasan masa depan, maksudnya mendidik para siswa untuk optimis, aktif, dan berfikir positif untuk mampu membina diri menuju kwalitas hidup yang lebih baik. Dalam konteks ini siswa di bina guna mengedepankan sikap rasional daripada emosional.Masa depan yang lebih baik tidak begitu saja datang dari langit tetapi di capai dengan usaha yang serius. Dalam memandang masa depan ada perncanaan yang matang(planing) dan dapat di pehitungkan(calculabilty).Siswa dapat memandang masa depan apa yang diinginkan dan masa depan yang bagaimana yang akan dihadapinya. Kaitan dengan berwawasan masa depan dapat diperhatikan ayat Al-Qur’an berikut, yaitu(Q.2 : 201, Q.93 : 4). Dan diantara mereka ada yang mendoa :”Ya tuhan kami,berilah kami kebaikan di dunia dan di dunia akhirat dan peliharalah kami siksa neraka”(Q.2 : 201). Serta dan sesunggunya akhirat itu lebih baik bagimu dari permulaan.(Q,93 : 4) Memilki keteraturan pribadi(self regulation), maksudnya membina para siswa untuk memiliki kehiupan yang terarah dan terprogram.Para siswa menyadari akan pentingnya perhatian terhadap makna waktu dan tidak membiarkan waktu berlalu tanpa ada manfaat yang diperoleh dan produk positif yang nyata.Self regulation diwujudkan dalam bentuk kemampuan merencanakan dan memanejemen waktu secara cermat dan froposional dan bentik sikap hidup yang benar dan mantap.Dengan Self Regulation diharapkan terbentuk manusia yang terbiasa dan bekerja keras, berprestasi berkompetisi saling berlomba untuk mencapai yang terbaik.Pada akhirnya diharapkan terbentuk sikap hidup yang dalam berbuat atau bekerja bukan karena adanya pengawasan yang eksternal, tetapi karena adanya prinsip dalam keyakinan hidup meberikan dorongan yang kuat pada para siswa untuk memiliki kebiasaan-kebiasaan hidup yang teratur dan terprogram yang pada akhirnya dapat membuat siswa mandiri dan meningkatkan kualitas diri dan kualitas hidupnya.Kaitan dengan pengembangan potensi self regulation dapat diperhatika ayat Al-Qur’an (Q.2 : 148, Q.3 : 114,Q.103 : 1-3).
Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya(sendiri) yang ia mengadap kepada-Nya. Maka belomba-lombalah kamu (dalam membuat) kebaikan. Diman saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah maha kuasa atas segala sesuatu. (Q.2 : 148) dan
Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan, mereka menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan bersegerahlah kepada (mengerjakan) perbagai kebajikan: mereka itu termasuk orang-orang yang saleh. (Q.3 : 114) Serta
• 1. Demi masa
• 2. Sesunguhnya manusia itu bener-bener berada dalam kerugian
• 3. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya menetapi kebenaran
Kepedulian social (holy social sense),maksudnya membina siswa untuk memiliki rasa keperdulian social yang baik. Siswa diarahkan untuk peduli kepada lingkungan sosialnya. Peduli pada orang-orang disekitarnya dan orang-orang lain untuk sama-sama memperbaiki kualitas hidupnya. Mau membantu orang-orang yang membutuhkannya dan tidak menjadi manusiaindividualis. Dengan holy social sense siswa diarahkan memahami dirinya serta memiliki empati. Memiliki kemampuan untuk merasakan apa yang dialami oleh orang lain dan menangkap sudut pandang orang lain tanpa kehilangan akal sehat. Kaitan dengan pengembangan potensi keperdulian social ini dapat diperhatikan ayat Al-Quran(Q.49 :10) Sesungguhnya orang-orang mumin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antar kedua saudaramu dan bertakwalah Allah supaya kamu mendapatkan rahmat.
Potensi Ke Depan
Pendidikan yang kita laksanakan selam ini sering terjebak pada pelaksanaan yang bersifat content oriented, curriculum oriented, pencapaian tujuan yang lebih bersifat kognitif dan terkompar-temental. Akibatnya arti pendidikan bagi pengembangan potensi manusia atau potensi para siswa akhirnya tidak bersifat komprehensif. Potensi yang dimiliki para siswa tidak dapat di kembangkan dengan baik dan maksimal. Pendidikan tidak dapat mencapai tujuan yang telah dirumuskan dalam undang-undang pendidikan.
Agar pendidikan dapat mengembangkan potensi yang dimiliki dengan baik di perlukan perhatian yang memadai dan proporsi yang seimbang pada pendidikan yang bersifat intrakulikuler dan ektrakulikuler merupakan solusi dan penyempurnaan penyampaian tujuan yang kurang atau tidak dapat dicapai oleh kegiatan intrakulikuler. Pemberian perhatian dan proposi yang seimbang diharapkan dapat mengembangkan potensi yang di miliki para siswa secara maksimal.

Manajemen Kesiswaan
Ada tiga masalah utama yang perlu mendapat perhatian dalam bidang kesiswaan yaitu :
- Masalah penerimaan siswa baru
- Masalah kemajuan belajar dan evaluasi belajar
- Masalah bimbingan
Untuk masalah yang pertama setiap tahun dibentuk panitia penerimaan siswa baru. Panitia ini diserahi tugas untuk mengManajemenkan dan mengorganisasikan seluruh kegiatan penerimaan siswa baru. Pimpinan sekolah harus mampu memberi pedoman yang jelas kepada panitia agar penerimaan siswa baru ini berjalan dengan lancar.
Di samping itu sekolah mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap usaha mengembangkan kemajuan belajar siswa-siswanya. Kemajuan belajar ini secara periodik harus dilaporkan terutama kepada orang tua siswa. Ini semua merupakan tanggungjawab pimpinan sekolah. Oleh karena itu pimpinan harus tahu benar-benar kemajuan belajar anak-anak di sekolahnya, ia harus mengenal anak-anak beserta latar belakang masalahnya.
Laporan hasil kemajuan belajar hendaknya tidak dianggap sebagai kegiatan rutin saja, tetapi mempunyai maksud agar orang tua siswa juga ikut berpartisipasi secara aktif dalam membina belajar anak-anaknya.
Masalah yang juga erat hubungannya dengan kemajuan belajar ini ialah masalah bimbingan. Tugas sekolah bukan hanya sekedar memberi pengetahuan dan ketrampilan saja, tetapi sekolah harus mendidik anak-anak menjadi manusia seutuhnya. Oleh karena itu tugas sekolah bukan saja memberikan pelbagai ilmu pengetahuan tetapi juga membimbing anak-anak menuju ke arah kedewasaan. Dalam rangka ini maka tugas pimpinan sekolah ialah menyelenggarakan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah. Dengan kegiatan bimbingan ini maka anak-anak akan ditolong untuk mampu mengenal dirinya, kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahannya. Anak-anak akan ditolong agar mampu mengatasi masalah-masalahnya yang dapat mengganggu kegiatan belajarnya. Dengan demikian diharapkan anak-anak akan dapat bertumbuh secara sehat baik jasmani dan rohaninya serta dapat merealisasikan kemampuannya secara maksimal.
Manajemen yang berhubungan dengan kesiswaan antara lain :
- Statistik presensi siswa
- Buku laporan keadaan siswa
- Buku induk
- Klapper
- Buku daftar kelas
- Buku laporan pendidikan (raport) catatan pribadi
- Daftar presensi, dsb.
Peran Guru dalam Administrasi Kesiswaan
Ditulis pada Juli 30, 2008 oleh Pakde sofa
Peran Guru dalam Administrasi Kesiswaan
Siswa merupakan salah satu sub-sistem yang penting dalam sistem pengelolaan pendidikan di sekolah menengah. Administrasi kesiswaan dilakukan agar transformasi siswa menjadi lulusan yang dikehendaki oleh tujuan pendidikan yang telah ditetapkan, dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Administrasi kesiswaan merupakan proses pengurusan segala hal yang berkaitan dengan siswa di suatu sekolah mulai dari perencanaan penerimaan siswa, pembinaan selama siswa berada di sekolah, sampai dengan siswa menamatkan pendidikannya melalui penciptaan suasana yang kondusif terhadap berlangsungnya proses belajar-mengajar yang efektif.
Tugas kepala sekolah dan para guru dalam hal ini adalah memberikan layanan kepada siswa, dengan memenuhi kebutuhan mereka sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Keterlibatan guru dalam administrasi kesiswaan tidak sebanyak keterlibatannya dalam mengajar. Dalam administrasi kesiswaan guru lebih banyak berperan secara tidak langsung.
Beberapa peranan guru dalam administrasi kesiswaan itu di antaranya adalah:
a) Dalam penerimaan siswa, para guru dapat dilibatkan untuk ambil bagian. Di antara mereka dapat ditunjuk menjadi panitia penerimaan yang dapat melaksanakan tugas-tugas teknis mulai dari pencatatan penerimaan sampai dengan pelaporan pelaksanaan tugas.
b) Dalam masa orientasi, tugas guru adalah membuat agar para siswa cepat beradaptasi dengan lingkungan sekolah barunya. Peranan guru dalam hal ini sangat penting, karena andaikata terjadi salah langkah pada saat pertama, dapat berakibat kurang menguntungkan bagi jiwa anak untuk waktu-waktu selanjutnya.
c) Untuk pengaturan kehadiran siswa di kelas, guru mempunyai andil yang besar juga. Guru diharapkan mampu mencatat/ merekam kehadiran ini meskipun dengan sederhana akan tetapi harus baik. Data kehadiran ini dimungkinkan untuk bahan
pertimbangan penilaian terhadap siswa, misalnya sebagai pertimbangan dalam menetapkan kenaikan kelas.
d) Dalam memotivasi siswa untuk senantiasi berprestasi tinggi, guru juga harus mampu menciptakan suasana yang mendukung hal tersebut. Hal ini dapat mereka lakukan misalnya dengan membuat grafik prestasi belajar siswa-siswanya.
a. Kegiatan dalam Administrasi Kesiswaan
Kegiatan dalam administrasi kesiswaan dapat dipilih menjadi tiga bagian besar, yaitu kegiatan penerimaan siswa, pembinaan siswa, dan penamatan program siswa di sekolah.
1. Penerimaan Siswa
Penerimaan siswa adalah proses pencatatan dan layanan kepada siswa yang baru masuk sekolah, setelah mereka memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh sekolah itu.
2. Pembinaan Siswa
Yang dimaksud dengan pembinaan siswa adalah pemberian layanan kepada siswa di suatu lembaga pendidikan, baik di dalam maupun di luar jam belajarnya di kelas. Pembinaan kepada siswa dilakukan dengan menciptakan kondisi atau membuat siswa sadar akan tugas-tugas belajarnya. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam rangka pembinaan siswa ini adalah: (1) memberikan orientasi kepada siswa baru, (2) mengatur dan atau mencatat kehadiran siswa, (3) mencatat prestasi dan kegiatan siswa, dan (4) mengatur disiplin siswa di sekolah.
Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka pembinaan siswa ini adalah:
1) Orientasi siswa baru
2) Pengaturan kehadiran siswa. Beberapa alat yang dapat digunakan untuk melakukan pencatatan kehadiran siswa ini di antaranya adalah:
a) Papan absensi harian siswa (per kelas dan per sekolah)
b) Buku absensi harian siswa
c) Rekapitulasi absensi siswa.
3) Pencatatan siswa di kelas. Dalam rangka pembinaan siswa perlu juga dilakukan pencatatan di kelas. Pencatatan itu dapat berupa: (a) daftar siswa di kelas, (b) grafik prestasi belajar, dan (c) daftar kegiatan siswa
4) Pembinaan disiplin siswa. Disiplin merupakan suatu keadaan di mana sikap, penampilan, dan tingkah laku siswa sesuai dengan tatanan nilai, norma, dan ketentuan-ketentuan yang berlaku di sekolah dan/kelas di mana mereka berada.
5) Tata tertib sekolah. Tata tertib sekolah merupakan salah satu alat yang dapat digunakan oleh kepala sekolah untuk melatih siswa agar dapat mempraktekkan disiplin di sekolah. Disiplin sekolah dapat diberikan antara lain melalui ganjaran dan hukuman. Ganjaran adalah sesuatu yang bersifat menyenangkan yang diterima siswa karena berprestasi, berusaha dengan balk atau bertingkah laku yang dapat dijadikan contoh bagi yang lam. sedangkan hukuman adalah sesuatu yang tidak menyenangkan yang harus diterima atau dikerjakan siswa karena mereka bertingkah laku yang tidak pada tempatnya (Carolyn, 1984). Kalau ganjaran diberikan untuk membuat siswa melakukan hal yang positif, maka hukuman diberikan dengan maksud agar siswa jera atau tidak ingin berbuat lagi hal-hal yang negatif. Hukuman diberikan kepada siswa dalam batas-batas yang wajar, sehingga misi mendidik siswa tercapai.
6) Promosi dan mutasi. Promosi atau kenaikan kelas adalah perpindahan siswa dari suatu kelas ke kelas lainnya yang lebih tinggi setelah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu. Promosi/ kenaikan kelas dilaksanakan dengan berpedoman kepada norma-norma kenaikan kelas yang ditetapkan bersama antara semua guru dan kepala sekolah dalam rapat kenaikan kelas. Keputusan kenaikan kelas ini hendaknya diambil dari landasan yang mewakili sosok siswa secara utuh, baik ditinjau dari ranah kognitif, afektif, maupun psikomotornya. Premosi harus dilaksanakan dengan sangat hati-hati dalam arti harus dipertimbangkan beberapa prinsip dasar yang periling, yaitu bahwa:

1) Promosi harus dilaksanakan atas dasar pertimbangan keadaan siswa secara pribadi.

2) Promosi harus mempertimbangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang dicapai oleh siswa.
3) Promosi harus mempertimbangkan laju perkembangan prestasi yang dicapai siswa.

4) Promosi harus mempertimbangkan mata pelajaran-mata pelajaran yang akan ditempuh siswa di kelas yang lebih tinggi.
Mutasi merupakan perpindahan siswa dari satu sekolah ke sekolah lainnya karena alasan-alasan tertentu. Mutasi adalah hak setiap siswa, oleh karena itu sekolah harus dapat memberi kesempatan kepada siswanya yang akan menggunakan haknya itu. Mutasi harus dilakukan melalui prosedur tertentu dan dicatat oleh kedua sekolah, sekolah asal dan sekolah tujuan.
3. Tamat Belajar
Apabila siswa telah menamatkan (selesai dan lulus) semua mata pelajaran atau telah menempuh kurikulum sekolah dengan memuaskan, maka siswa berhak mendapatkan surat tanda tamat belajar dari kepala sekolah. Dalam hal yang demikian, siswa sudah tidak mempunyai hak lagi untuk tetap tinggal di sekolah yang bersangkutan karena dianggap telah menguasai semua mata pelajaran atau kurikulum sekolah.
Tamat belajar untuk sekolah menengah, pada dasarnya merupakan pencapaian salah satu tangga untuk pendidikan lebih lanjut, atau pencapaian suatu keterampilan yang dapat dipergunakan untuk menopang kehidupannya di masyarakat.
e) Dalam menciptakan disiplin sekolah atau kelas yang baik, peranan guru sangat penting karena guru dapat menjadi model. Untuk membuat siswa mempunyai disiplin yang tinggi, maka guru harus mampu menjadi contoh atau panutan bagi siswa- siswanya. Guru juga harus mampu menegakkan disiplin dan tidak merusaknya sendiri. Di samping itu guru juga harus mampu mengambil keputusan secara bijaksana dan konsisten untuk memberikan ganjaran dan hukuman kepada para siswa yang pantas mendapatkannya

Makalah Profesi Kependidikan - Manajemen Kesiswaan
• Profesi Kependidikan
Dapatkah anda bayangkan bila segala sesuatu itu berjalan tanpa adanya pengaturan dan peraturan. Sebagai contoh : bumi, bulan, Jupiter, Mars dan segala isi tata surya ini berjalan dan beredar tanpa adanya jalur, atau dapat kita gunakan anologi sederhana apabila seorang anggota masyarakat selalu berbuat sekehendak hatinya tanpa mempertimbangkan perasaan tetangga dan kerabat yang di dekatnya. Dalam dunia industri pun dapat kita ambil contoh apabila suatu perusahaan yang berkaryawan sebanyak 10 orang semuanya adalah pekerja atau supervisor atau manajer, maka bagaimana perusahaan tersebut jadinya? Dalam hal ini diperlukanlah suatu peraturan yang mengatur atau memanajemen guna mencapai tujuan yang dikehendaki bersama.
Dalam dunia pendidikan pun dibutuhkan pengaturan yang sangat teliti. Hal ini digunakan guna mencapai tujuan dari pengadaan sekolah tersebut dan juga tujuan lainnya. Pengaturan dalam dunia pendidikan atau secara sederhana dalam sekolah tentu berbeda dengan pengaturan yang terdapat dalam masyarakat dan dunia industri. Aturan, struktur organisasi, kebutuhan dan manajemen serta tujuan yang digunakan akan disesuaikan dengan keadaan yang diperlukan.
Dalam sekolah terdapat kepala sekolah yang bertindak sebagai Manajer umum, para wakil kepala sekolah sebagai manajer lainnya dan guru sebagai ujung tombak bagian produksi. Sebagai perusahaan (bila dapat kita sebut demikian) penyedia jasa pendidikan sekolah pun memerlukan taktik guna menarik para pelanggannya dalam hal ini adalah para siswa dan wali murid. Setelah mendapatkan kepercayaan dari pelanggan ini (siswa dan wali murid) sekolah harus menjaganya dengan membina para siswa dan memberikan layanan – layanan khusus sampai dengan pembinaan para alumni agar pelanggan tidak lari dan dapat menjadi pemasar (marketing) dari mulut ke mulut atau yang penulis sebut dengan MTM (mouth to mouth).


Read more...

manajemen kurikulum

MANAJEMEN KURIKULUM ATAU MANAJEMEN SEKOLAH?
Penulis : Wendie Razif Soetikno, S.Si., MDM
Salah kaprah atau Ketidak-pedulian?
Dalam dua tulisan terdahulu : YANG TERLEWATKAN DARI KTSP dan SEHABIS KTSP LALU APA? SKS! penulis telah memaparkan secara teknis upaya-upaya untuk memahami grand design pendidikan kita yang menyatu dengan langkah-langkah untuk mencapai kriteria Sekolah Mandiri. Dalam tulisan itu penulis juga mensyaratkan penerapan KTSP secara benar (melalui penyusunan Dokumen I dan Dokumen II seperti yang termaktub dalam Permen No. 22/2006, Permen No. 23/2006 dan Permen No. 24/2006 bulan April 2006) serta perlunya pembenahan manajemen sekolah (melalui Permen No. 19/2007 bulan Mei 2007 tentang MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). Namun amat disayangkan bahwa kita hanya mengikutinya sepotong-sepotong sehingga sekolah-sekolah kita terjebak dalam pola kebiasaan lama, tak ada upaya menuju perubahan, terobosan dan revitalisasi seperti yang telah penulis uraikan dalam dua tulisan terdahulu. Mengapa ini semua terjadi? Karena kita selalu bergerak dalam tataran wacana sedangkan rangkaian Peraturan Mendiknas (Permen) itu membutuhkan langkah-langkah teknis implementasi konkrit di lapangan. Meskipun penulis sudah menengarahi KTSP sebagai revolusi dalam dunia pendidikan kita, tapi sekolah-sekolah Katolik tetap melihatnya secara adem ayem saja. Apa sebabnya? Filosofi perubahan ini tak tertangkap, yaitu perlunya transparansi dan akuntabilitas dalam dunia pendidikan kita dapat diaudit secara jelas dan terukur. Kompetensi guru dan siswa harus dapat diaudit, begitu pula kinerja sekolah dan tenaga kependidikan (kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan guru) harus dapat diaudit secara jelas dan terukur.

Kesalah-pahaman dan kesalah-kaprahan
Bila sekolah-sekolah tidak menyusun KTSP menurut 15 langkah standar minimal yang disyaratkan oleh para pakar disain kurikulum (Bloom, Peter W. Airisian, Mills dll) maka benang merah antara KTSP dan MBS tak akan terlihat. Rumusan Visi dan Misi sekolah hanya akan menjadi penghias dinding ruang Kepala Sekolah saja sedangkan para guru bekerja menurut polanya sendiri-sendiri. Disiplin makin merosot dan pendidikan budi pekerti tetap terabaikan (orang hanya berbicara tentang pendidikan nilai yang diseminarkan dan tak membumi). Seluruh stakeholders akan terjebak dalam kesalah-pahaman yang fatal yaitu menganggap KTSP sebagai urusan administrasi (manajemen kurikulum) guru semata, bukan urusan pembenahan manajemen sekolah. Transparansi dan akuntabilitas hanya dipahami sebagai penilaian hard competency (cepatnya membagi hasil ulangan/test kognitif saja) tanpa melihat potensi soft competency (psikomotorik dan afektif) yang terpendam dalam diri siswa. Akibatnya akan muncul kesalah-kaprahan massal yaitu menganggap pengadopsian tata cara terapan manajemen kurikulum sebagai suatu terobosan baru seperti :
penggunaan SMS (sistim manajemen sekolah) yang tak lebih adalah pelaporan nilai ulangan/test kognitif secara on-line, atau
SAS (sistim administrasi sekolah) yang tak lebih adalah pelaporan silabus dan hasil pembelajaran dalam suatu bank data yang tersentralisir dan dapat diakses publik (namun proses pemelajaran (yang sangat berbeda dengan proses pembelajaran) yang sangat penting dalam penyusunan KTSP malah tak terakomodasi dalam SAS), atau
SIMS (sistim informasi manajemen sekolah) dan SIMDIKDU (sistim informasi pendidikan terpadu) yang tak lebih dari penyatuan data informasi siswa, kurikulum dan rapor serta data kelengkapan infrastruktur sekolah yang biasanya tersimpan dalam bank data sekolah di server yayasan menjadi terbuka dan dapat diakses publik (namun hal ini tidak menjawab pertanyaan bagaimana cara mengaudit kinerja sekolah dan kinerja semua tenaga kependidikan (kepala sekolah/wakil kepala sekolah dan guru) melalui SIMS/SIMDIKDU.


Kurikulum Pendidikan yang Ideal

Oleh : Zulkifli Mile S.Pd, M.Pd
(Guru SMA Negeri 2 Luwuk)
DALAM pencapaian tujuan pendidikan nasional yang sesuai dengan Undang-undang sisdiknas haruslah memiliki produk kurikulum yang cocok dalam pengembangan proses belajar mengajar. Jika hal ini tidak berjalan sesuai dengan karasteristik kebutuhan proses belajar mengajar maka tujuan untuk peningkatan mutu pendidikan akan mengalami kegagalan. Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang cukup sentral dalam keseluruhan kegiatan pembelajaran, menentukan proses pelaksanaan dan hasil pendidikan.
Mengingat pentingnya peran kurikulum dalam pendidikan dan dalam perkembangan pendidikan peserta didik, maka pengembangan kurikulum tidak bisa dikerjakan asal jadi. Perancangan program pendidikan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan diorientasikan pada pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang dan akan terjadi. Oleh karena itu, diharapkan kurikulum sekarang harus dirancang oleh guru bersama masyarakat pemakai.
Untuk bisa merancang kurikulum yang baik dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat ini, seorang guru sangatlah memiliki peranan yang amat sentral. Oleh karena itu, kompotensi manajemen pengembangan kurikulum perlu dimiliki oleh setiap guru disamping kompotensi teori belajar. Saat ini pemerintah selaku penanggung jawab utama bidang pendidikan sering mengeluarkan kebijakan pergantian kurikulum bahkan belakangan ini terjadi dua kali pergantian kurikulum yakni dari KBK menjadi KTSP yang notabenenya sama saja. Dunia pendidikan disibukkan dengan berbagai kegiatan ilmiah, pelatihan-pelatihan dan lain sebagainya dalam rangka sosialisasi kurikulum. Namun, kegiatan itu tidak membawa pencerahan bagi guru, sebaliknya justru membawa frustasi karana membingungkan.
Model berbagai kegiatan ilmiah selama ini hanya mendengarkan orang berceramah, tanpa action plan yang serius sehingga dapat dikembangkan dan diimplementasikan oleh guru setelah sampai disekolah. Bahkan, mungkin sipenceramah itu hanya mampu secara teoritik tapi miskin inplementasi dan pengalaman, sehingga action plan yang dilakukan hanya untuk menghabiskan waktu kegiatan. Model kegiatan semacam ini tidak pernah dievaluasi, yaitu senacam penagihan dalam bentuk inplementasi dari peserta kegiatan. Sebaliknya, guru yang mengikuti kegiatan ilmiah tanpa membekali dirinya dengan tema kegiatan yang akan diikuti, sehingga dalam kegiatan mereka asyik mencatat apa yang diucapkan oleh pembicara.. Padahal seharusnya, penyelenggara kegiatan jauh-jauh hari mestinya dapat menginformasikan segala sesuatu yang menjadi persyaratan untuk mengikuti kegiatan tersebut. Hal ini tidak pernah dilakukan.
Akumulasi dari semua kegiatan tersebut dapat diprediksikan tidak ada perubahan kineja yang dapat membawa kearah peningkatan kompotensi guru dan mutu pendidikan
Pengalaman menunjukkan, dengan berbagai pergantian kurikulum toh tidak ada perubahan dan tampaknya tidak dijadikan bahan refleksi oleh birokrat pendidikan maupun lembega pendidika tenaga kependidikan.
Sudah terbukti berkali-kali bahwa pergantian kurikulum tidak dapat membawa perubahan dalam peningkatan mutu pendidikan. Berbagai kegiatan ilmiah, baik penataran guru,seminar dan pelatihan-pelatihan kurang memberikan hasil yang memuaskan. Kiranya sudah waktunya dipikirkan bahwa memberi bekal manajemen pengembangan kurikulum, teori belajar dan dasar-dasar manajemen mutu terpadu bagi guru dan calon guru sangat diperlukan. Disinilah letak pentingnaya LPTK yang mendidik calom guru dan yang akan menguji kompotensi guru.
Guru saat ini dalam memandang kurikulum terlalu sempit sebab masih banyak guru terlalu berpedoman pada silabus yang telah ditentukan, bukannya proses pembelajaran demi penguasaan kompotensi yang dibutuhkan oleh peserta didik, bahkan orientasi pembelajaran lebih didominasi oleh guru. Sehingga yang terjadi adalah pencapaian target penyelesaian dengan domain kognitif semata. Cara pandang ini akan cocok apabila tujuan akhirnya adalah memperoleh nilai baik dalam ujian nasional agar lulus. Perlu diingat bahwa seorang siswa bukan hanya sekedar domain kognitif yang ditingkatkan tetapi aspek sikap, psikomornya harus pula dikembangkan secara paralel.
Jika seorang guru memandang kurikulum dalam arti yang luas, akan menuntut seorang guru untuk mampu berkreatifitas, mengaitkan perilakunya didepan kelas dengan konteks pembelajaran yang menjadi pengalaman dan dibutuhkan oleh peserta didik, sehingga orientasi pembelajaran berpusat pada peserta didik. Sejauh ini terlalau banyak guru memandang kurikulum secara sempit sehingga tidak heran capaian kurikulum yang diterapkan tidak mencapai target atau tujuan yang dikendaki bahkan akan mengalami kegagalan.
Balajar dari pengalaman, lalu timbul pertanyaan yang perlu kita kembangkan secara bersama, antara lain ; Materi kuliah apakah yang diberikan oleh LPTK untuk mata kuliah kurikulum pendidikan dan teori balajar? Apakan dengan adanya kebebasan guru untuk berkreatifitas dalam pengembangan kurikulum pembelajarannnya akan membawa kearah peningkatan mutu pendidikan ? bagaimana dengan budaya kerja guru-guru kita ? dan apakah sertifikasi juga mengarah pada pembedahan wawasan guru tentang cara pandang kurikulum ? beberapa pertanyaan ini menuntut seorang guru/calon guru untuk memiliki manajemen pengembangan kurikulum yang baik.
Dalam manajemen pengembangan kurikulum ada beberapa problem yang akan didapati yang berkaitan dengan standar isi dan standar kurikulum; (1) bagaimanakah membatasi ruang lingkup atau keluasan materi; (2) bagaimanakah mangkaitkan relevansi materi dengan kompotensi yang dibutuhkan; (3) Bagaimana memilih materi agar ada keseimbangan untuk peserta didik maju dan yang lamban belajar; (4) Bagaimanakah mengintegrasikan materi yang satu dengan materi lainnya sehingga tidak terjadi duplikasi; (5) Bagaimanakah mengurutkan materi dan kompotensi yang diperlukan; (6) bagaimanakah agar materi atau kompotensi berkesinambungan dan berjenjang; (7)
Bagaimanakah merealisasikan artikulasi materi atau kompotensi secara menyeluruh; (8) Bagaimanakah materi atau kompotensi yang diberikan dapat menjangkau masa depan/memiliki daya guna bagi kehidupan peserta didik.
Kedelapan persoalan ini harus mampu dianalisis oleh seorang guru sehingga dapat menciptakan serta mengembangkan kurikulum yang baik Ini tentunya diperlukan verivikasi secara terus-menerus agar materi yang dikembangkan selalu up to date untuk kebutuhan pasar. Jagi guru dituntut mampu melakukan paln, do, check, action (PDCA).
Jadi sudah tidak relevan lagi jika kegiatan ilmiah hanya mendengarkan orang ceramah saja, sebaliknya action plan yang dapat menjawab terhadap pemahaman kurikulum. Dengan demikian, gurulah yang menjadi pengembang kurikulum. Sebaliknya BSNP tidak menjadi line staff, cukup membuat standar kompetensi minimal yang harus dikuasai oleh peserta didik dalam ujian nasinal.

Bagaimana Mahasiswa Ilmu Komputer Belajar: Mengkritisi Kurikulum dan Gaya Pendidikan Kita
Sepulang dari study di Jepang tahun 2004, saya banyak mengajar di beberapa Universitas di Jakarta, terutama di fakultas atau jurusan yang berhubungan dengan ilmu komputer dan teknik informatika. Saya mengajar mata kuliah yang memang saya kuasai, dan terkait langsung dengan tema penelitian saya. Diantaranya adalah mata kuliah Software Engineering (Rekayasa Perangkat Lunak), Algoritma dan Bahasa Pemrograman (Algorithm and Programming Language), dan Basis Data (Database). Kebanyakan mata kuliah tersebut diajarkan setelah semester 5 (tingkat 3 atau 4). Dalam interaksi belajar mengajar di kelas, saya menemukan beberapa fenomena menarik berhubungan pengetahuan mahasiswa dan kurikulum yang diajarkan di universitas.
Saya menemukan tipe mahasiswa yang ketika saya terangkan dia kesulitan menangkap beberapa konsep yang seharusnya sudah dia dapat di semester sebelumnya. Katanya, itu tidak diajarkan di universitas tersebut. Fenomena ini terjadi dalam universitas yang memotong (mengubah) beberapa kurikulum yang seharusnya diajarkan, karena tidak ada SDM pengajar (dosen). Di lain pihak, saya menemukan fenomena lain dimana mahasiswa mengatakan bahwa dia mengenal beberapa konsep yang saya singgung, hanya dia lupa mata kuliah yang mengajarkannya. Fenomena ini terjadi di universitas yang mencekoki mahasiswanya dengan mata kuliah berlebih, dengan argumentasi bahwa supaya mahasiswa mendapat pengetahuan secara lengkap. Sering dosen mengajar bukan pada bidang yang dikuasai, hal itu terpaksa dilakukan oleh universitas untuk mengejar mata kuliah yang harus jalan. Dua-duanya ternyata membuat mahasiswa jadi linglung, yang satu linglung karena memang tidak pernah diajarkan, dan yang lain linglung karena terlalu banyak yang diajarkan. Intinya sih kedua-duanya sama-sama nggak ngerti.
Fenomena aneh lain tentunya masih banyak, misalnya mahasiswa tingkat 3 jurusan teknik informatika (atau ilmu komputer) yang tidak kenal siapa Dennis Ritchie, tidak bisa membuat program meskipun hanya untuk sebuah fungsi untuk memunculkan Hello World (apalagi mengkompilenya), tidak paham tentang paradigma pemrograman, juga tidak paham apa itu kompiler, shell, pointer, fungsi, array, dan tentu semakin mual-mual kalau saya sebut algoritma atau struktur data.
Bagaimana seorang mahasiswa Ilmu Komputer belajar? Saya mencoba memberi gambaran umum dengan mengambil studi kasus bagaimana jurusan ilmu komputer di Saitama University mengatur kurikulumnya. Saitama University bukan termasuk universitas yang terbaik untuk ilmu komputer, umurnya masih sangat muda dengan SDM pengajar (professor) yang juga terbatas, bahkan beberapa professor diambil dari jurusan elektro untuk beberapa mata kuliah tertentu. Ini tidak mengurangi keseriusan universitas untuk menyajikan pendidikan dan kurikulum terbaik untuk mahasiswa-mahasiswanya.
Saya mulai program undergraduate (S1) di Department of Information and Computer Sciences, Saitama Univesity tahun 1995. Tingkat I (semester 1 dan 2), mata kuliah dasar (kiso kamoku) sangat dominan. Kalkulus, statistik, probabilitas, fisika dasar, kimia dasar, discrete mathematics, dan mata kuliah dasar lain banyak diajarkan. Semester 2 sudah ada beberapa mata kuliah jurusan (senmon kamoku) yang diajarkan, diantaranya adalah bahasa pemrograman, bahasa C (prosedural), HTML, dengan praktek lab untuk mengenal Unix, shell, text editor (emacs), laTeX (TeX), gnuplot, kompiler, teknik typing 10 jari, dsb. Pada saat masuk tingkat II (semester 3), saya menyadari bahwa mata kuliah tingkat I membekali saya dengan beberapa tool dan konsep dasar, sehingga saya bisa survive mengikuti proses belajar mengajar di tingkat selanjutnya. Lab komputer hanya berisi Unix terminal. Seluruh laporan dan tugas harus ditulis dengan laTeX dengan text editor emacs, apabila memerlukan bahasa pemrograman harus dibuat dalam bahasa C dan dikompilasi dengan GCC. Apabila ada data yang harus ditampilkan dalam bentuk grafik, bisa menggunakan Gnuplot. Setiap mahasiswa harus mempunyai situs web (homepage), dimana selain berisi aktifitas pribadi, juga berisi seluruh laporan dan tugas yang dikerjakan. Selain lewat situs web, laporan harus dikirim dengan menggunakan email ke professor pengajar, dalam format PS atau PDF dengan source dari laTeX.
Yang menarik, bahwa gaya pendidikan yang ditempuh menganut konsep korelasi, berhubungan, saling mendukung dan terarah dari semester 1 sampai akhir. Skill terhadap komputer dan bahasa pemrograman juga cukup dalam, karena ada kewajiban menguasai bahasa C, HTML, Unix, Linux, Shell, dsb yang bukan untuk ritualitas mata kuliah semata, tapi untuk bekal sang mahasiswa supaya bisa survive di jenjang semester berikutnya. Apakah tidak diajarkan paradigma dan bahasa pemrograman lain? jawabannya adalah diajarkan, tetapi untuk konsumsi mahasiswa tingkat 3 (semester 5 dan 6). Pemrograman berorientasi objek (Java), functional programming (LISP dan Scheme), dan Prolog diajarkan pada semester 5 dan 6 untuk membidik supaya sang murid “nyantol” ketika mengikuti mata kuliah Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) dan Rekayasa Perangkat Lunak (Software Engineering). Dan dengan sebelumnya menguasai bahasa prosedural seperti C, kita semakin “ngeh” tentang pentingnya paradigma berorientasi objek ketika mendalami mata kuliah tentang pemrograman berorientasi objek.
Korelasi mata kuliah ini nampak juga dari deretan gaya pengajaran, setelah mahir berbahasa C, kita diminta ngoprek Minix yang terbuat dari bahasa C (sistem operasi buatan Andrew S. Tanenbaum, yang menginspirasi Linus Torvald membuat Linux) pada mata kuliah Operating System (Sistem Operasi), membuat sendiri shell (dengan fungsi yang mendekati bash dan cshell) diatas sistem operasi yang sudah kita oprek, dan diminta mendesain dan mengembangkan bahasa pemrograman sendiri di mata kuliah Compiler Engineering (teknik kompilasi). Berurutan, berhubungan, tetap fokus dan mendalam, itu mungkin resep desain kurikulum yang diajarkan.
Pada saat tingkat 2 dan 3 itulah sang mahasiswa diarahkan untuk menuju arah kompetensi sesuai dengan yang diinginkan. Dan yang pasti, hampir seluruh mahasiswa mendapatkan “bekal” dan “skill” yang relatif sepadan untuk bergerak. Mahasiswa yang ingin melanjutkan karier menjadi seorang Programmer, disiapkan mata kuliah Struktur Data, Algorithm, Programming Language, Compiler Engineering, Automaton dan Formal Language. Yang ingin jadi Software Engineer, harus fokus mengikuti mata kuliah Software Engineering, Industrial Software Engineering, System Development Engineering, Software Project Management, dsb. Yang ingin berkarier di perusahaan animasi dan grafis, harus serius mengikuti mata kuliah Computer Graphics, Image Processing, CAD Enginering, Pattern Recognition, dsb. Yang siap bergelut di perusahaan Telekomunikasi, harus melahap mata kuliah Information Theory, Communication System, Signal Processing, Speech Processing, dsb. Yang ingin ke arah Hardware, harus menguasai mata kuliah Electronic Circuits, Electronic Devices, Computer Architecture, Quantum Mechanics, Logic Circuits, dsb. Bagaimana dengan yang tertarik dengan Kecerdasan Buatan? harus mau berpusing-pusing ria di mata kuliah Artificial Intelligence, Expert System, Knowledge Engineering, Neural Network, dsb.
Rencana pengembangan karier ini semakin matang dan tertata ketika masuk ke tingkat 4, seluruh mahasiswa harus menjalani 1 tahun terakhir di grup penelitian yang dipimpin oleh seorang professor. Penelitian dan thesis (tugas akhir) sifatnya wajib dilakukan, untuk memperdalam dan memahami implementasi riil dari bidang ilmu peminatan yang direncanakan dan dicita-citakan sang mahasiswa. Apa itu bidang ilmu peminatan? Ya bidang yang sudah saya sebut diatas tadi. Programming, Software Engineering, Communication System, Computer Graphics, Artificial Intelligence, Computer Hardware, Networking, dsb. Masing-masing professor dengan grup penelitian biasanya fokus di satu atau dua bidang ilmu peminatan, termasuk didalamnya penelitian yang dilakukan dan mata kuliah yang diajar. Tidak ada seorang professor Software Engineering yang mendapat jatah mengajar mata kuliah Computer Graphics, karena memang bukan bidangnya. Kalaupun bisa memberikan, tentu tidak menguasai the root problem (akar permasalahan) yang ada di bidang tersebut, ini yang membuat mata kuliah jadi hambar, tidak mendalam dan mahasiswa jadi bingung memahami apa hakekat dari mata kuliah tersebut.
Jadi masing-masing mata kuliah ada arah, ada desain yang ingin dicapai, dan ini yang dijelaskan di awal perkuliahan. Tidak ada kegiatan OSPEK yang berisi penyiksaan dan penghinaan, tidak ada hura-hura pesta masuk perguruan tinggi, yang ada adalah penjelasan tentang kurikulum secara komprehensif. Sang mahasiswa ingin menjadi apa, tertarik di bidang apa, itu yang dibidik dan diarahkan oleh universitas dengan penjelasan desain kurikulum beserta dengan mata kuliah apa yang sebaiknya diambil oleh sang mahasiswa. Jumlah kredit untuk syarat kelulusan S1 juga tidak sepadat Indonesia, hanya sekitar 118, sudah termasuk didalamnya penelitian dan tugas akhir yang dihitung sekitar 10-12 kredit. Jadi total kredit dari mata kuliah hanya sekitar 106. Kelonggaran waktu yang ada dapat kita gunakan untuk kerja parttime di perusahaan-perusahaan IT, mengasah kemampuan jadi programmer, network engineer, admin, software designer, dsb. Mahasiswa mendapatkan konsep di kelas, dan mematangkan diri di lapangan, tempat kita menggarap project maupun tempat kerja. Itu adalah strategi penting dalam mengkader para computer scientist.
Universitas di Indonesia yang membuka fakultas/jurusan Ilmu Komputer dan Teknik Informatika harus berbenah. Tidak hanya berambisi mengejar jumlah murid karena aji mumpung (mumpung TI sedang booming, terima mahasiswa sebanyak banyaknya), tapi juga harus bertanggungjawab terhadap figur dan karakter hasil didikan dan lulusan universitasnya. Untuk para calon mahasiswa, pilihlah Universitas yang memiliki kurikulum dan dosen pengajar yang baik. Jangan memilih jurusan karena trend, ikut-ikutan teman, atau alasan tidak logis lainnya. Pilihlah karena memang kita berminat untuk berkarier di bidang tersebut.

Mendiknas Prof.Bambang Sudibyo : PEMERINTAH AKAN MENETAPKAN RAMBU-RAMBU KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI

19 April 2006
Akhir-akhir ini di ‘wacana’ kan oleh media tentang akan keluarnya kurikulum 2006. Wacana itu keliru. Pemerintah belum pernah mengatakan akan menetapkan kurikulum 2006. Juga tentang kurikulum 2004, kurikulum 2004 itu hanyalah kurikulum eksperimen yang diterapkan secara terbatas di sejumlah sekolah, untuk eksperimen kurikulum berbasis kompetensi. Yang benar, Pemerintah pada tahun ini (2006) akan menetapkan Rambu-rambu Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Menjawab pertanyaan Kantorberita Indonesia “GEMARI” (KBI GEMARI) di sela kegiatan Peresmian Proyek Infrastruktur Nasional dalam rangka Peringatan Hari Air Se Dunia dan Pencanangan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Putaran V oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono di Pacitan 12 April 2006, Menteri Pendidikan Nasional, Prof. Bambang Sudibyo selanjutnya berkata bahwa rambu-rambu kurikulum itu rambu-rambu kurikulum berbasis kompetensi. “Mengapa kurikulum berbasis kompetensi karena memang sudah ditetapkan dalam undang-undang”. tegas Mendiknas. Sedang yang menyusun kurikulum adalah sekolah. Sekolah menyusun kurikulum-nya sendiri-sendiri. Sedang rambu-rambu pada tingkat Undang-Undang Sisdiknas mengatur secara garis besar tentang kurikulum. Itu harus dipatuhi, tegas menteri.
Kemudian, tambah Mendiknas, Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, juga memberikan rambu-rambu tambahan untuk penyusunan kurikulum. Ini bukan kurikulum tetapi rambu-rambu kurikulum. ucapnya tegas.

Dalam waktu dekat akan keluar 2 (dua) Peraturan Mendiknas yaitu : Permendiknas tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi. Dengan demikian ada tiga tingkatan rambu-rambu yaitu: Tingkat Undang-Undang; Tingkat Peraturan Pemerintah yang ditanda tangani Presiden RI; dan Tingkat Permendiknas yang ditanda tangani Menteri Pendidikan Nasional. Jadi sekolah menyusun kurikulum sendiri-sendiri tanpa keluar dari ketiga tingkatan rambu-rambu tersebut.
Mendiknas menyadari akan ada sekolah-sekolah yang ketika diberi kebebasan lebih besar untuk mengatur kurikulumnya sendiri tidak mampu menggunakan kebebasannya itu. Untuk itu Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) akan menerbitkan Panduan Penyusunan Kurikulum. Dalam Panduan Penyusunan Kurikulum tersebut juga akan diberikan suatu Model Kurikulum untuk SD, SMP, SMA, SMK. “Untuk sekolah atau madrasah yang tidak percaya diri untuk menyusun kurikulumnya sendiri, nereka bisa adopsi. Ambil saja model itu, pasti akan ada didalam rambu-rambu, karena yang menyusun Badan Standar Nasional Pendidikan” jelas Mendiknas.
Menjawab KBI Gemari tentang contoh rambu-rambu yang akan diterapkan, Mendiknas Prof.Bambang Sudibyo menyebutkan dalam Undang-Undang Pendidikan beberapa mata-pelajaran disebutkan dan harus ada seperti Pelajaran Agama dan Pelajaran Akhlak Mulya. Rambu-rambu dalam PP SMP antara lain disebutkan tentang Tujuan Pendidikan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi itu apa, tujuannya untuk apa.
Dalam PP juga menjelaskan tentang bagaimana penilaian pendidikan untuk 5 (lima) Kelompok Mata Pelajaran (Kelompok Pelajaran Agama dan Akhlak Mulya, Kelompok Mata Pelajaran Iptek, Kelompok Mata Pelajaran Estetika, Kelompok Mata Pelajaran Olah Raga). Masing-masing kelompok pelajaran tersebut cara penilaiannya berbeda dan harus diikuti. Meski sebenarnya dalam rambu-rambu yang telah ditetapkan sekolah memiliki kebebasan. “Yang belum mampu menggunakan kebebasannya gunakan saja model. Atau ambil saja model itu kemudian direvisi sedikit-sedikit secara bertahap, sesuai potensi dan kondisi di lingkungan masing-masing tanpa keluar dari rambu-rambu,” saran Prof.Bambang Sudibyo.
Ditanya tentang Sekolah Berbasis Unggulan Local, Mendiknas menjelaskan untuk tingkat perguruan tinggi sudah lama menerapkan prinsip tersebut yang dikenal Otonomi Perguruan Tinggi. Sekarang otonomi juga diberikan kepada sekolah atau madrasah yang disebut Manajemen Berbasis Sekolah atau Manajemen Berbasis Madrasah. Maka kebijakan pemerintah dalam kurikulum menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Manajemen Berbasis Sekolah. Dengan Manajemen Berbasis Sekolah maka yang menyusun dan menentukan kurikulkum sekolah sendiri. Pemerintah hanya menetapkan rambu-rambunya saja. Ucap menteri berulang kali sembari menegaskan “sesuai dengan iklim otonomi maupun iklim demokrasi yang berkembang di dunia politik, di sekolah pun dilakukan desentralisasi dan otonomi.” (Wasis Widhiyasa ST/H.Nur).

Keterbatasan Kurikulum IPTEK Sekolah di Indonesia
Tadinya saya mau membuat artikel ini dengan judul “Kemunduran IPTEK Sekolah”. Tetapi mengingat banyak juga tuh yang maju, saya ganti saja menjadi keterbatasan kurikulum iptek sekolah di Indonesia. Dan tadinya juga mau pakai bahasa yang sopan dan terstruktur, tetapi karena bahasannya tidak perlu juga, kita ambil santai lah.
Bagaimana tidak? Sekarang kita ngomong di seputar sekolah saya dulu, di bawah Yayasan BPK PENABUR. Ketika saya duduk di bangku SD, di pelajaran komputer, yang saya pelajari adalah: Fanta Vision (Program animasi DOS), LogoWriter (program gak jelas di DOS), Paint. Tentu saja masih ada lagi. Untuk apa belajar kedua program pertama? Toh tidak dipakai? Paint, mengapa baru kelas 3SD (CMIIW)? Mengapa tidak mulai dari TK (Taman Kanak-Kanak), usia di mana anak-anak mulai dapat berkreasi?
Sekarang saya sudah SMP, mau masuk SMA. Pelajaran saya di kelas 7? Dasar-dasar pengoperasian Windows! Sudah pernah di SD, meskipun harusnya dari TK. Lalu di kelas 9 juga kita mengulangi dasar-dasar pengoperasian sistem operasi, bedanya sekarang kita belajar dengan Mandriva Linux (Jadi ingat, ketika IHSC 2008, pembicara Irvan berkata begini: “Linux pada dasarnya jelek. Tetapi Windows, lebih jelek lagi.” Diikuti tawa seluruh peserta karena setuju). Memang ada apa sih? Harus belajar lagi dasar-dasarnya. Kita kan sudah belajar mengoperasikan Windows. Sekarang Linux sudah punya GUI. Apalagi Mandrake memakai KDE, yang (katanya) GUI yang paling user-friendly.
Kelas 7 kita berputar seputar Microsoft Word, Excel, dan Powerpoint. Bukankah harusnya ini sejak SD saja? SD memang diajarkan memakai Word, tapi dasar saja. Dan Photoshop. Boleh lah SMP baru diajarkan. Dan di kelas 9, saya baca modulnya ada diajarkan memakai OpenOffice.org. Untuk apa pula?
Kelas 8 saya diajarkan HTML. Boleh lah baru kelas 8. Tetapi, guru-guru saya mengajarkan HTML yang tidak standar. Misalnya, tanpa DOCTYPE, huruf besar untuk tags. Dan mengajarkan tags dan attributes yang sudah tidak standar lagi.


Read more...

manajemen pembelajaran

Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun.
Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik.

Teori Pembelajaran
Saya sangat kagum dengan model proses pembelajaran yang dibuat oleh mantan atasan saya yaitu Dr. Paul Swecker (sejak kerusuhan 1998, ia kini kembali ke AS). Namun maaf saya masih gaptek untuk mencopy flow diagram nya. …ke text blog …oleh karena itu saya coba narasikan dalam tulisan dengan penjelasan yang sederhana, mudah-mudahan bisa dimengerti dan bermanfaat.
1. Kita mulai dengan pengertian teori dalam model ini . Definisi teori dalam model ini memang diartikan sebagai segala bentuk hipotesa, dugaan, asumsi dan keyakinan. Teori bisa kita dapatkan dari buku, guru, teman atau orang tua, nenek moyang, atau juga pengalaman orang lain … bentuknya bisa keyakinan, kepercayaan, asumsi, hipotesis, dugaan, firasat, dll……
2. Teori yang kita punya (contoh : iklan meningkatkan penjualan, kalau mendung akan hujan, orang bekerja lebih keras bila diberi insentif, tidur saat mahgrib bisa digondol wewe..dll)…. perlu diuji ! diuji dalam pengalaman kita … tanpa diuji maka teori itu akan sia-sia ….. artinya kita tidak belajar.
3. Dari pengalaman kita (mencoba iklan, memperhatikan kalau mendung, dst..) kita coba lihat apakah teori kita benar ? Kalau ternyata salah.. atau kurang akurat maka kita perlu memodifikasi teori …..kalau teori itu benar … berarti kita sudah mendapatkan knowledge (proses pembelajaran) karena kita sudah membandingkan teori dan pengalaman kita.
Tapi bisa saja yang terjadi sebaliknya… artinya teori tsb kurang tepat ….
- dari pengalaman kita ternyata iklan tidak meningkatkan penjualan …….
4. Langkah berikutnya… perlukah kita memodifikasi teori kita ? misalnya
- oh ternyata ….iklan yang menggunakan artis yang meningkatkan penjualan ……
disini ada proses belajar … selanjutnya … kita lakukan lagi (membuat iklan) pelajari lagi … dan tanya lagi… apakah perlu modifikasi teori ? berikut contoh modifikasi teori :
- oh ternyata….. tidak semua iklan yang menggunakan artis dapat meningkatkan penjualan ……
Pilihan kita selanjutnya … teori yang kita punya bisa kita modifikasi terus sesuai dengan pengalaman kita…. atau ke langkah ke 5
5. Dari data yang ada … bisa saja kita berkesimpulan bahwa teori ini salah…tidak bisa hanya dimodifikasi ….. tetapi kita perlu merubah paradigma kita ……contohnya misal :
- Peningkatan penjualan tidak dapat hanya didorong oleh iklan semata .. tetapi harus menerapkan STP dan 4P yang tepat (istilah marketing….. saya tidak akan jelaskan disini).
6. Yang berbahaya bila kita sudah melakukan sesuatu dari teori yang kita punya… tetapi kita tidak membandingkannya .. atau bahkan sudah tahu teorinya tidak akurat atau salah tetapi kita membiarkannya begitu saja… tidak memodifikasi dan juga tidak mengubah paradigma…. maka kita masuk dalam proses tidak belajar !
Oleh karena itu setiap hari kita harus selalu rajin mengamati, rajin melihat dan menganalisis asumsi, hipotesis atau teori kita dengan pengalaman kita ….. jangan biarkan pengalaman lewat begitu saja tanpa kita pernah mengevaluasinya agar terus bisa mengasah pengetahuan kita ….
Begitu juga misalnya dengan berita hangat kasus Soeharto…. tidak boleh langsung dikubur kesalahannya…. kita perlu evaluasi seluruh kejadian baik buruknya….. sebagai bahan pembelajaran kita dalam kehidupan berbang

Multimedia Sebagai Media Pembelajaran
BERBAGAI kesibukan dan aktivitas guru dalam melaksanakan tugas tambahan di luar tugas mengajar menjadi pengaruh kuat terhadap perhatian mereka pada peserta didik. Sementara beberapa daerah terpencil, kekurangan tenaga pendidik menjadi masalah yang memprihatinkan. Tugas tambahan di luar mengajar yang sulit ditolak karena memang harus dilaksanakan atau kurangnya tenaga pendidik, cukup merangsang kreativitas guru dan lembaga pendidikan/sekolah untuk memilih media alternatif dalam membantu siswa pada proses belajar mengajar.
Sarana dan media belajar berupa Lembar Kerja Siswa (LKS) sebagai alat bantu belajar sudah cukup umum dipakai dalam pelaksanaan pembelajaran. Dengan menggunakan LKS ini, peserta didik sudah cukup dibuat sibuk dan asyik dalam belajar dengan mengerjakan tugas yang sudah tertera di LKS tersebut.
Perkembangan teknologi dengan berbagai produk mutakhirnya, sangat kuat dalam memberikan warna pada berbagai sektor termasuk dunia pendidikan. Maraknya paket program yang disusun oleh ahli komputer yang dengan inovasinya mengangkat materi pembelajaran ke dalam perangkat lunak memberikan nuansa bagi guru mata pelajaran (mapel) yang cukup membantu mereka dalam proses belajar mengajar bahkan mungkin bisa terkesan memanjakan guru untuk mengurangi aktivitasnya di kelas. Siswa dipercaya untuk belajar melalui tata cara menyimak tayangan di layar monitor atau mungkin menggunakan sarana lain berupa LCD.
Ada pula sebuah paket program yang menawarkan sejumlah modul yang dilengkapi dengan CD pembelajaran, sebuah terobosan di dunia bisnis yang merambah ke dunia pendidikan. Hal ini memang merupakan sebuah inovasi pembelajaran dengan suatu kepentingan bahwa mungkin terdapat kekurangan tenaga pendidik di suatu sekolah atau kemungkinan lain yaitu guru yang mestinya mengajar di kelas sedang mendapat tugas lain di luar tugas mengajarnya di kelas tersebut.
Internet dengan kompleksitas suguhan dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran di kelas. Dengan sedikit arahan, guru bisa meminta siswanya untuk membuka situs tertentu yang berkaitan dengan materi ajarnya. Kegiatan ini memberikan warna tersendiri bagi perkembangan dunia pendidikan. Apalagi dengan kabar terakhir bahwa sudah beredar buku pelajaran digital yang bisa langsung di-download secara gratis di internet.
Sebuah kepentingan yang menjadi prioritas dalam dunia pendidikan adalah tujuan pendidikan itu sendiri. Sedangkan jika sudah masuk pada kepentingan masing-masing mata pelajaran, tidak bisa dipungkiri bahwa masing-masing mapel mempunyai karakteristik yang khas dan mungkin memunculkan sebuah filosofi yang berbeda-beda meski esensinya sama mendidik. Pada kenyataannya, pendidikan formal di sekolah lebih mengutamakan transformasi ilmu pengetahuan dibanding mendidik itu sendiri.
Yang menjadi pertanyaan adalah masih bisakah terjadi kolaborasi antara mengajar dan mendidik ? Pertanyaan tersebut sering membebani sebagian guru karena pertimbangan durasi waktu yang kemungkinan dirasa kurang, jika ingin memasukkan materi yang mengarah pada materi mendidik di samping mengajar mapel tersebut. Belum lagi tantangan bagi guru untuk menyuguhkan materi kontekstual dalam proses pembelajaran. Apalagi masalah pribadi dan hubungan sosialnya di masyarakat. Kompleksitas pers
seorang pribadi guru cukup kental dalam mempengaruhi nilai dan tujuan pendidikan. Sebuah pergeseran nilai yang perlu dipertanyakan di dunia pendidikan.
Bahasa pemrograman komputer, salah satu aplikasi materi dari mapel matematika. Sementara menu yang disajikan dalam pembelajaran matematika tidak pernah menyinggung bahasa pemrograman. Tampak bahwa bagaimanapun kehadiran komputer bagi mapel matematika semata-mata hanya sebagai sarana penunjang proses pembelajaran. Tantangan yang timbul bagi guru mapel matematika adalah memanfaatkannya dengan sebuah strategi bahwa komputer merupakan materi kontekstual di lingkup mapel matematika. Sehingga sudah selayaknya penggunaannya harus lebih dimaksimalkan.
Peran Multimedia
Kehadiran media elektronik semisal komputer dengan fasilitas internetnya dan ditambah LCD untuk penayangannya, sebagai media belajar merangsang guru untuk lebih bisa memanfaatkanya sebagai sarana penunjang yang menarik. Dengan kemasan yang terarah, kehadiran media tersebut sangat membantu. Akibatnya bagi guru yang belum menguasai berbondong-bondong memanfaatkan jasa pihak lain semisal perancang program untuk membantu membuat kemasan materi mapel terkait. Kepentingan pendidikan adalah muatan yang tidak boleh ditinggalkan dalam memilih jalur multimedia sebagai alternatif pembelajaran.
Perkembangan teknologi memang merangsang seluruh komponen pendidikan untuk lebih bijak dalam menyikapinya. Terutama untuk memilah dan memilih sesuai dengan kepentingannya tanpa menggeser makna pendidikan itu sendiri.
Semoga berbagai kalangan yang terlibat dalam penyusunan program pembelajaran berbasis multimedia cukup menjaga tingginya pergeseran nilai pendidikan yang ada selama ini. Yang jelas kehadiran sarana multimedia cukup memberi warna pada proses pendidikan di kelas. Guru hendaknya berpandangan, multimedia sebagai sarana pokok dalam pembelajaran, eksistensi dan kehadirannya tetap diperlukan. Siswa sangat memerlukan arahan dan bimbingan guru. Sehebat apapun alat peraga yang paling canggih, peran guru tetap yang akan menentukan. Amiin.



PENELITIAN PEMBELAJARAN VISIONER:
Pemecahan Masalah Masa Depan

Topik penelitian pembelajaran berpikir dan pemecahan masalah mendapat perhatian besar dari para peneliti bidang psikologi pada tahun 1980-an. Perhatian tersebut didasarkan pada adanya perubahan dan tantangan yang cepat dalam masyarakat yang memerlukan manusia berkemampuan memecahkan masalah (Bransford, dkk., 1986; Marzano, dkk., 1988; Marzano, Pickering, dan McTighe, 1993). Jika kemampuan memecahkan masalah telah diperoleh, seseorang tidak hanya dapat menyelesaikan masalah serupa, akan tetapi juga diharapkan dapat menyelesaikan masalah yang berbeda dalam kehidupan sehari-hari (Gagne, 1985; Gagne, 1977; 1985; Bransford, Sherwood, dan Reiser, 1986; Siegler, 1991).
Penelitian ini sangat urgen dilakukan untuk menyediakan temuan empirik bagi upaya peningkatan kualitas pembelajaran di perguruan tinggi. Topik pembelajaran berpikir dan pemecahan masalah mendapat perhatian besar dari para peneliti bidang psikologi pada tahun 1980-an. Perhatian tersebut didasarkan pada adanya perubahan dan tantangan yang cepat dalam masyarakat yang memerlukan manusia berkemampuan memecahkan masalah (Bransford, dkk., 1986; Marzano, dkk., 1988; Marzano, Pickering, dan McTighe, 1993). Jika kemampuan memecahkan masalah telah diperoleh, seseorang tidak hanya dapat menyelesaikan masalah serupa, akan tetapi juga diharapkan dapat menyelesaikan masalah yang berbeda dalam kehidupan sehari-hari (Gagne, 1985; Gagne, 1977; 1985; Bransford, Sherwood, dan Reiser, 1986; Siegler, 1991).
Dengan mengacu pada pernyataan tersebut di atas, penelitian yang akan dikembangkan lebih lanjut oleh peneliti dalam ruang lingkup yang berkaitan dengan “Program Pemecahan Masalah Masa Depan” (Future Problem Solving Program), dengan dimensi-dimensi: Pengembangan Model Pedidikan, Pembelajaran, dan Pelatihan, Pengembangan Kurikulum, Pengembangan Sumber Belajar/Bahan Ajar Multi Media, Pengembangan Strategi Pembelajaran, Pengembangan Alat Evaluasi, Pengembangan berpikir kreatif, Berpikir kritis dan analitis, Pengembangan keterampilan komunikasi verbal dan tulisan, Strategi pemecahan masalah, Memecahkan masalah kesenjangan kehidupan sekolah dengan dunia nyata. Ruang lingkup dan tema tersebut perlu dikembangkan untuk semua kelompok bidang studi, misalnya: Pembelajaran Berbasis Masalah Matematika, Biologi, Fisika, Ilmu-ilmu Sosial, Bahasa, Agama, Pendidikan Jasmani dan Olahrara, dan sebagainya.
Kegiatan penelitian pembelajaran dengan domain khusus pemecahan masalah ini sudah dilakukan oleh peneliti sejak tahun 1996 sampai sekarang. Puncak kegiatan yang secara intensif berkaitan dengan penelitian pembelajaran pemecahan masalah adalah penelitian disertasi untuk menyelesaikan pendidikan doktor (S3). Berikut adalah judul-judul penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan topik penelitian ini sebagai berikut.
1. Kapabilitas pemecahan masalah matematika siswa sekolah dasar di Kodya Malang. Dana DIP IKIP Malang. Ketua. (1996)
2. Survey Model Strategi Pembelajaran pada Kelas/ Sekolah Unggulan Sekolah Dasar di Jawa Timur. Tahun Pertama. Penelitian Hibah Bersaing VII/1 Dirbinlitabmas, Ditjendikti. Ketua. (1998, 1999, 2000)
3. Kajian Teoretik Perilaku Mengajar, Sikap Guru di Kelas dan kapabilitas Pemecahan Masalah Siswa Sekolah Dasar. Penelitian Dasar dari Dirbinlitabmas Ditjendikti. Anggota kelompok. (1999).
4. Proses Pemecahan Masalah Soal Cerita siswa SD Kelas Tiga. Disertasi. (2001).
5. Proses Pemecahan Masalah Soal Cerita Siswa Sekolah Dasar Kelas Tiga (Disertasi). Mandiri. (2001)
6. Pengembangan Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah Melalui Computer-Based Instruction Siswa Kelas Unggulan SD. Tahun Pertama. Penelitian Hibah Bersaing X/1 Dirbinlitabmas, Ditjendikti. Ketua. (2002, 2003, 2004)
7. Evaluasi Program Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat di Indonesia. Penelitian didanai oleh Balitbang dan Unesco. Anggota Peneliti. 2005.
8. Evaluasi Program Kemitraan Kepala Sekolah: Manajemen, Pembelajaran, dan Partisipasi Masyarakat. Direktorat Tenaga Kependidikan, Ditjen PMPTK. 2006.
9. Evaluasi Program Manajemen Berbasis Sekolah: Manajemen, Pembelajaran, Pemberdayaan Masyarakat. Badan Perencanaan nasional. 2006.
Tema penelitian berkaitan dengan program pemecahan masalah masa depan masih sangat terbuka, mengingat tema penelitian ini masih berupa hutan belantara di Indonesia. Oleh karena itu, kami mengajak rekan sejawat peneliti dan dosen perguruan tinggi di Indonesia untuk bersama-sama mengkaji tema tersebut melalui kerjasama penelitian.
Penelitian yang sedang dilakukan adalah mengembangkan Model Pembelajaran Visioner yang didanai oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DP2M) Ditjen Dikti Depdiknas tahun 2008, ini akan membangun jembatan antara konteks pembelajaran yang bersifat teaching-based, instructor-mediated ke arah konteks pembelajaran yang bersifat learning-based. Keuntungan yang akan diperoleh melalui penelitian ini terutama untuk menyediakan sumber-sumber belajar bagi mahasiswa yang berpeluang untuk mengembangkan setiap individu mencapai kemampuan optimal dalam memecahkan masalah masa depan.
Open Content, Solusi Pembelajaran
Di Eraglobalisasi yang semakin canggih dan megoptimalisasikan segala keperluan denga secara cepat, dapat diterima dengan baik dengan mengedepankan kualitas atau hasil yang memuaskan tentunya sebuah bangsa harus bisa bersaing dengan kemajuan zaman. Dalam konteks ini tentunya kita sedang berbicara mengenai kemajuan teknologi yang seharusnya diimbangi dengan kemampuan bersaing dalam segala bidang, tetapi di dalam artikel ini saya akan memfokuskan pokok permasalahan pada dunia pendidikan yang dirasa sangat penting bagi semua manusia. Salah satu yang menjadi solusi yang tentunya mamberikan kontribusi terhadap dunia pendidikan adalah dengan Open Content yang merupakan suatu sistem yang memberikan sumber pengetahuan secara global dan ditinjau dari berbagai aspek dan bidang keilmuan. Open Content memberikan keterbukaan bagi masyarakat untuk mengakses apa yang diperlukan baik itu dari kalangan masyarakat bawah, mahasiswa ataupun golongan akademisi yang berada dalam lembaga pemerintahan dan itu saya pikir sangat memberikan kemudahan-kemudahan mengenai apa yang dibutuhkan.

Open Content sebagai solusi Pembelajaran yang lebih mudah
Indonesia sekarang jauh sudah mengenal teknologi yang berbasis informasi dalam hal ini yaitu Internet. Tentunya semua kalangan sudah pernah mendengar nama Internet walaupun belum pernah menggunakanya. Sekarang internet sudah sampai ke pelosok desa sehingga tidak ada alasa untuk tidak mengetahui informasi. Dengan adanya Open Content maka sangat memudahkan sekali meng-update informasi baik itu di Losok desa ataupun di kota besar dengan kata lain Open Contet memberikan solusi yang sangat tepat bagi Update Informasi.

Open Content sebagai Solusi pembelajaran Universal
Bentuk pembelajaran yang ideal adalah dimana orang bisa mendapatkan pengetahuan yang sama walaupun dengan waktu yang berbeda. Open Content memberikan fasilitas yang bisa diketahui oleh semua orang dalam waktu yang berbeda tetapi masih dalam satu pengetahuan yang sama, bahkan mungkin lebih update karena didalam Open Conten sendiri update informasi selalu diutamakansesuai denga perkembangan informasi yang sedang hangat dilapangan dengan tidak mengesampingka informasi yang sudah lama. Open Content memberikan semuafasilitas yang diperuntukan kusus biat orang-orang yang kreatif dan ingin berkembang labuh maju denagn tantangan zaman. Dalam konteks kemajuan pendidikan tentunya sangat berpengaruh sekali ketika informasi yang akan dipublukasikan secara serentak dan diketajui secara serentakoleh tiap lembaga pendidikan ataupun Universitas maka Open Content merupakan solusi pembelajaransecara Universal yang dapat mengupdate informasi dengan langsung serentak diterima oleh semua kalangan.

Read more...

Evaluasi pembelajaran

Evaluasi Pembelajaran
Untuk bisa menilai apakah proses belajar mengajar berjalan dengan baik, tentu evaluasi pembelajaran dibutuhkan.
Ada dua jenis evaluasi pembelajaran yang dikenal, yaitu :
1.Evaluasi harian (ulangan harian). Dilaksanakan setiap selesai masa satu periode pembelajaran. Untuk materi yang bersifat pemikiran atau pengetahuan umum, evaluasi dilakukan secara lisan. Ini untuk menghindari kecurangan yang ada, dan evaluasi lebih meyakinkan karena siswa harus menjawab dengan spontan setiap pertanyaan dari gurunya. Untuk materi yang membutuhkan keahlian, evaluasi dilakukan dengan praktek secara langsung.
2.Evaluasi umum (Ujian umum). Ujian umum diselenggarakan 2 kali dalam setahun. Ujian diselenggarakan secara terpisah untuk setiap jurusan di ke 3 jenjang. Materi ujian mencakup seluruh mata pelajaran di seluruh jenjang, dan akan difokuskan pada materi yang dipelajari siswa pada 6 periode terakhir (31-36)

Model Evaluasi Pembelajaran Berbasis Web
Universitas Islam Malang (Unisma) selama dua hari menyelenggarakan workshop "Pengembangan Sistem Evaluasi Pembelajaran Berbasis ICT" bagi Dosen FKIP Unisma (Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia, Bahasa Inggris, dan Matematika) dengan narasumber Prof. Dr. Burhan Nurgiyantoro dan saya sendiri.
Prof. Dr. Burhan Nurgiyantoro menyampaikan materi dalam 2 sesi pagi : Bentuk dan Jenis Evaluasi Pembelajaran, dan Model Authentic Assessment dalam Evaluasi Pembelajaran.
Sedangkan saya, siangnya jam 13.00-16.00 diminta teori dan praktik tentang : Model Evaluasi Pembelajaran berbasis Web
Peda kesempatan tersebut saya menyampaikan tentang jenis-jenis tes interaktif berbasis IT, yaitu:
Tes Objective :
• True – False (benar salah)
• Multiple Choice (pilihan ganda)
• Multi Select (pilihan ganda asosiasi)
• Mathcing (menjodohkan)
Tes Non Objective :
• Jumble exercise (menyusun huruf/kata)
• Fill in the Blank (close activity) (melengkapi/jawaban singkat)‏
• Crossword (teka-teki silang)
Saya sampaikan pula software-sofware untuk membuat tes interaktif tsb, salah satunya adalah Hot Potatoes, yang selanjutnya dipraktekan secara bersama-sama. Hot Potatoes, adalah freeware bagi pendidikan, dan mudah digunakan. Untuk interaktifity, hot potatoes menggunakan HTML dan Javascript, namun untuk menggunakan dan membuat tes, tidak perlu menguasai HTML dan Javascript.
Ada 6 tools di Hot Potatoes, yaitu :
• JQuiz (question-based exercises)‏
• JCloze (gapfill exercises)‏
• JMatch (matching exercises)‏
• JMix (jumble exercises)‏
• JCross (crosswords)‏
• The Masher (buildling linked units of material)‏
Saya perkenalkan satu-persatu. Mulai dari JQuiz untuk membuat soal pilihan ganda. Cukup 2 langkah : yaitu mengisikan judul tes, pertanyaan dan pilhan jawaban, kemudian tekan button export web page (atau tekan F6), maka kita akan menyimpan hasilnya, berupa file HTML dan bisa langsung preview hasilnya.
Para dosen langsung mencoba, karena mereka membawa laptop. Begitu selesai membuat jenis soal ini, dan bisa dilakukan dengan mudah, mulai pertanyaan-pertanyaan agar bentuk tes bisa lebih interaktif, diantaranya:
• bagaimana menambahkan intruksi/perintah
• bagaimana memberi waktu (batasan waktu mengerjakan soal)
• bagaimana agar siswa/peserta tes hanya diberi kesempatan 1 kali menjawab
• bagaimana agar bisa membuat soal lebih dari 3 (karena kalau belum registrasi di hot potatoes, maks. 3 soal)
• bagaimana menambah bacaan pada soal
• bagaimana mengacak soal, atau dan jawaban.
maka sesi-sesi berikutnya adalah tentang konfigurasi di hot potatoes sehingga menjawab pertanyaan2 di atas. Dilanjutkan seluruh jenis quiz dicoba, hingga membuat TTS dengan mudah. Tepat jam 16.00 workshop bisa diselesaikan.


Try Out untuk Evaluasi Pembelajaran

KUPANG, PK -- Hasil try out ujian sekolah berstandar nasional (USBN) yang diikuti para siswa sekolah dasar (SD) di Kota Kupang akan digunakan sebagai bahan evaluasi terhadap kompetensi dasar pembelajaran para siswa. Para siswa yang belum mencapai kompetensi dan persentase kelulusan akan dibimbing lebih intensif oleh masing-masing guru mata pelajaran.
Hal ini disampaikan Ketua Bidang Peningkatan Mutu Musyawarah Kelompok Kerja Kepala Sekolah (MKKKS) SD Kota Kupang, Ismael Non, S.Pd, kepada Pos Kupang di SD Negeri Oetete I, Kota Kupang, Kamis (12/2/2009).
Menurut Non, try out ini diselenggarakan MKKKS SD se-Kota Kupang bekerja sama dengan Forum Ilmiah Guru (Figur), Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Yayasan Swastisari Kupang.
Non yang juga kepala SD Negeri Oetete I mengatakan, hasil try out (uji coba) akan dipakai untuk melihat sejauh mana kesiapan siswa menghadapi USBN 2009. Hasilnya juga akan dipakai untuk memprediksi persentase kelulusan siswa SD se-Kota Kupang pada saat USBN tanggal 11-13 Mei 2009 nanti.
Dijelaskannya, para siswa di sekolahnya sudah disiapkan sejak bulan Oktober 2008 dengan memberikan pelajaran tambahan. Pelajaran tambahan ini sudah disepakati oleh orangtua/wali dan komite sekolah dalam rapat bersama.
Menurutnya, para orangtua dan komite sekolah sangat mendukung les tambahan untuk mendongkrak mutu pendidikan SD di Kota Kupang.
Dikatakannya, try out ini dilakukan di sekolah masing-masing secara serempak di 122 SD se-Kota Kupang. Sedangkan pos koordinasi try out di SDK St. Yoseph 3 Naikoten Kupang. Dia juga mengatakan, pemeriksaan soal akan dilakukan dalam kerja sama dengan Yayasan Swastisari Kupang untuk menjaga kemurnian hasil try out.
Dijelaskannya, siswa kelas VI yang mengikuti USBN di SD Negeri Oetete I sebanyak 47 orang yang terbagi dalam dua rombongan. Dia berharap keberhasilan USBN tahun sebelumnya bisa ditorehkan lagi saat ini.
"Saya harap USBN kali ini bisa mencapai 100 persen, karena sebagai guru kami telah melakukan berbagai kegiatan untuk mempersiapkan mereka menghadapi ujian," katanya.
Pantauan Pos Kupang di SD Negeri Oetete I Kupang, para siswa yang mengikuti try out sibuk mengerjakan soal-soal ujian Bahasa Indonesia dan IPA pada lembar jawaban komputer (LJK).
Beberapa siswa terlihat membolak-balikkan lembaran soal dan sesekali melap keringat. Setiap siswa menempati satu meja. Setiap ruangan try out diawasi oleh dua orang guru.

Pesta Rujak sebagai Strategi Meningkatkan Hasil Evaluasi Belajar Siswa

Indikator keberhasilan pembaruan kurikulum ditunjukkan dengan adanya perubahan pada pola kegiatan belajar-mengajar, memilih media pendidikan, dan menentukan strategi belajar yang menentukan hasil evaluasi untuk meningkatkan prestasi. Selama ini guru dalam memberikan evaluasi atau umpan balik selalu memberikan bobot soal yang sama kepada siswa yang memiliki kemampuan berbeda. Tentu hal ini tidak adil. Sebab, karakteristik, kemampuan, dan inteligensi mereka sangat beragam.
Karena itu, penulis merasa bahwa masalah atau fenomena tersebut perlu diatasi dengan tindakan yang bisa meningkatkan prestasi belajar siswa dengan kemampuan yang berbeda. Upaya itu diterapkan melalui implementasi model evaluasi pembelajaran Stimulus 4B dengan sarana pesta rujak.
4B adalah akronim dari ''Beda Buah Beda Bobot''. Model evaluasi pembelajaran ini adalah sebuah model yang menekankan pada proses keterlibatan siswa aktif pada pencapaian hasil evaluasi yang menekankan pada komponen kognitif, psikomotorik, dan afektif. Evaluasinya beragam meliputi tes tertulis, tes performance, hasil karya, produk, dan portofolio melalui stimulus dengan sarana pesta rujak.
4B adalah bentuk sistem evaluasi yang dilakukan guru untuk memberikan stimulus pencapaian hasil evaluasi pembelajaran yang menjadi tujuan guru dari beberapa aspek atau komponen penilaian. Langkah awal dalam melaksanakan stimulus ini adalah membuat profil prestasi siswa kemudian menggolongkannya menjadi beberapa kategori.
Penggolongan tidak dimaksudkan sebagai diskriminasi siswa tetapi lebih difokuskan pada rangsangan untuk mencapai level lebih tinggi atau paling tinggi pada standart kompetensi yang meningkat dengan proses yang berkesinambungan.


Evaluasi Pembelajaran Fisika Terpusat Perlu Ditiadakan
SEMARANG-Evaluasi pembelajaran Fisika yang terpusat hendaknya ditiadakan. Karena evaluasi itu harus didukung tiga aspek, yaitu produk, proses dan sikap.
''Dan yang penting lagi, nilai rapor ditentukan oleh sistem evaluasi yang dipilih oleh sekolah yang bersangkutan,'' kata Dr Ahmad Sopyan MPd, dosen pasca sarjana Unnes dalam Seminar Pembelajaran Fisika yang Inovatif di kampus IKIP PGRI, kemarin.
Seminar dibuka rektor IKIP PGRI Drs Sulistiyo MPd dan dihadiri Dekan FIP Matematika Drs Djoko Purnomo dan ketua jurusan Fisika Drs Harto Nuroso. Puluhan guru Fisika dan mahasiswa mengikuti seminar ini yang juga dihadiri tim MGMP IPA-Fisika Kota Semarang yang diwakili Drs Bambang Rubiyanto.
Menurut Ahmad Sopyan, dengan tidak adanya evaluasi yang sifatnya terpusat, para guru tidak perlu khawatir adanya materi yang belum diajarkan. Kebebasan dan kreatifitas guru dalam pembelajaran fisika akan berkembang dan pelaksanaan pendekatan proses dapat diberi porsi yang besar. Karena supervisi bukan lagi masalah administrasi, melainkan pada teknik pembelajaran.
''Bukan masalah apakah guru membuat satuan pelajaran atau tidak, melainkan masalah persiapannya mengacu pada pelaksanaan keterampilan proses atau tidak, lebih penting dari persiapannya adalah pelaksanaannya,'' paparnya.
Rektor Drs Sulistiyo MPd sebelumnya mengatakan, pengembangan Fisika akan bisa memunculkan orang-orang brilian. Maka proses pembelajaran yang kreatif dan inovatif akan mampu melahirkan orang-orang berprestasi.
Ia menyebut, guru pendidikan Fisika hingga kini masih cukup kurang banyak. Bahkan saat kali pertama program pendidikan ini dibuka nyaris kurang peminatnya. Namun kini jumlah mahasiswanya kian banyak.
''Hal ini bisa terjadi karena IKIP PGRI tiap tahun berusaha melakukan pengadaan baru, seperti tahun ini ada program studi Pendidikan Guru Taman Kanak-kanak (PGTK) dan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Dan rencananya, tahun depan membuka program magister.
''Ini bukan latah tapi S2 yang punya potensi dan kemauan untuk meningkatkan mutu pendidikan,'' katanya.(E1-76)

AUTO-EVALUASI PADA PEMBELAJARAN
Sebuah pembelajaran yang berhasil membutuhkan motivasi dan keterlibatan pembelajar. Dalam hal ini CECR (Cadre Européen Commun de Référence) menempatkan pembelajar sebagai Pusat dari proses pembelajaran. Untuk itu pembelajar harus tahu tujuan dari pembelajaran yang akan dilaksanakan serta tahu kemampuan yang dimilikinya
Selama ini, banyak pengajar yang mengukur keberhasilan pembelajarnya melalui tes/ulangan baik tulis maupun lisan. Namun hasil tes tersebut hanya mengukur hasil belajar yang temporer dan tidak dapat menggambarkan bagaimana keberhasilan dari proses belajar tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pengajar adalah pusat dari proses pembelajaran sedangkan pembelajar obyek yang pasif.
Untuk mendapatkan gambaran keberhasilan proses pembelajaran, CECR menyarankan untuk mengadakan auto-evaluasi bagi pembelajar. Auto-evaluasi bukanlah sebuah tes dan juga bukan pengganti tes/ulangan tetapi bersifat melengkapi. Auto-evaluasi tidak memberikan nilai/poin/skor tetapi lebih menunjukkan kemampuan pembelajar setelah proses pembelajaran. Pembelajar harus mengevaluasi diri sendiri, sejauh mana tujuan pembelajar sudah dicapai. Kejujuran dan pengertian adalah kunci utama untuk dapat mengevaluasi diri sendiri. Dengan demikian, peran pengajar adalah sebagai penghubung antara pembelajaran di kelas dan kemampuan pembelajar dalam mengevaluasi diri sendiri.
Kegunaan auto-evaluasi, antara lain:
1. Membantu pembelajar untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan pembelajar.
2. Memotivasi pembelajar untuk meningkatkan kemampuan dan berinisiatif mencari cara agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
3. Membantu pengajar untuk mengetahui apakah proses yang dilakukan telah sesuai dengan tujuan dan sasaran.
Salah satu bentuk auto-evaluasi yang bisa kita pakai adalah Portofolio, yang memuat tujuan pembelajaran. Pembelajar diminta untuk mengisinya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki setelah proses pembelajaran selesai. Salah satu kendala yang mungkin muncul adalah ketidakjujuran. Terkadang pembelajar mengisi dengan hal-hal yang baik saja karena khawatir akan berdampak pada nilai akhir. Disinilah pengajar harus menekankan bahwa portofolio bukanlah tes/ujian/ulangan dan tidak diberikan poin/skor. Selain itu juga tidak ada salah atau benar. Portofolio hanyalah gambaran atau pemetaan kemampuan pembelajar untuk mempermudah pembelajar dan pengajar bersama-sama mencapai tujuan dari proses tersebut.


Evaluasi Terhadap Mahasiswa

Evaluasi atau penilaian terhadap mahasiswa terdiri dari 3 kategori, yaitu: ujian blok, ujian longitudinal, dan ujian profesi.
A. Ujian blok yang bersifat sumatif dan sekaligus formatif, dilakukan di setiap akhir blok; komponen penilaian terhadap mahasiswa terdiri dari:
1. Penilaian tutorial. Penilaian dilakukan oleh tutor di setiap sesi tutorial dengan sistem formulir terhadap 4 komponen, yaitu: (1) kehadiran; (2) aktivitas dan kreativitas; (3) sikap dan interaksi; (4) relevansi.
2. Ujian praktikum Skills Lab. Penilaian dilakukan di akhir Blok dengan menggunakan metode CEP (Check list Evaluation of live Performance).
3. Ujian tulis
Penilaian dilakukan di akhir Blok dengan bentuk soal ujian berupa MCQ (Multiple Choice Question), PAQ (Problem Analysis Question) dan atau bentuk lain yang ditentukan oleh fakultas.
B. Ujian longitudinal (progress test) yang bersifat formatif diselenggarakan di akhir semester 2, 4, 6, dan 7. Ujian longitudinal terdiri dari:
1. Ujian tulis dengan bentuk soal ujian berupa MCQ (Multiple Choice Question), PAQ (Problem Analysis Question) dan atau bentuk lain yang ditentukan oleh fakultas.
2. 2. Ujian praktikum Skills Lab dengan menggunakan metode OSCE (Objective Structure Clinical Evaluation).
C. Ujian klinik dilaksanakan di akhir setiap bagian clerkship.

Evaluasi Terhadap Tutor

Evaluasi terhadap tutor dilakukan oleh mahasiswa dengan menggunakan formulir terstruktur, agar tutor juga harus melakukan peningkatan diri di dalam proses pembelajaran PBL. Evaluasi rutin dilakukan di setiap akhir semester.

Evaluasi Terhadap Program

Evaluasi terhadap program dilakukan oleh pihak Fakultas, dan Komisi Monitoring dan Evaluasi MEU, serta memperhatikan masukan dari pengelola Blok, penulis skenario, tutor, instruktur praktikum, dan mahasiswa. Evaluasi rutin dilakukan di setiap akhir Blok

Read more...

Manajemen tenaga kependidikan

Pemerintah: Mutu Pendidikan dan Tenaga Pendidik Dapat Prioritas Bersama
Kapanlagi.com - Pemerintah akan memberikan prioritas pada peningkatan mutu pendidikan dasar dan menengah (dikdasmen) yang akan dilaksanakan bersamaan dengan peningkatan mutu tenaga kependidikan agar tidak terjadi kesenjangan kemampuan antara guru dan peserta didik.
Hal tersebut disampaikan Mendiknas Bambang Sudbyo pada pelantikan pejabat eselon II di lingkungan Depdiknas, Jumat (15/07).
Ia mengatakan, tugas untuk meningkatkan mutu pendidikan tidaklah ringan karena itu beberapa program prioritas diantaranya wajib belajar sembilan tahun yang ditargetkan tuntas tahun 2008.
Demikian juga dengan pelaksanaan program pendidikan gratis jenjang pendidikan dasar mulai tahun ajaran 2005/2006 dan peningkatan mutu pendidikan jenjang pendidikan dasar menengah dan mutu tenaga kependidikan,
"Untuk itu, saya harapkan seluruh jajaran Depdiknas, khususnya Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) yang baru dilantik untuk segera melanjutkan dan mengoptimalkan program-program prioritas tersebut," katanya.
Menteri juga meminta agar koordinasi yang intens dilakukan dengan Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang baru terbentuk.
Pemerintah memprioritaskan upaya percepatan penyelesaian permasalahan guru baik yang menyangkut kekurangan jumlah guru, peningkatan kualitas, kesejahteraan dan peningkatan harkat para guru, katanya.
Sebelumnya, Mendiknas Bambang Sudibyo melantik 12 pejabat baru, yakni satu pejabat eselon I, dua rektor Perguruan Tinggi Negeri (PTN), dua Dirktur Politeknik Negeri dan tujuh pejabat di lingkungan Depdiknas.
Para pejabat tersebut antara lain, Prof Suyanto sebagai Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas menggantikan Dr Indra Jati Sidi.
Prof Dr Balthasar Kambuaya MBA sebagai Rektor Universitas Cendrawasih peridoe 2005-2009, Dr Ir Zainal Muktamar sebagai Rektor Universitas Bengkulu periode 2005-2009.
Prof Dr Ir Mochammad Munir sebagai Dirktur Pembinaan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Ditjen Dikti dan Bahrul Hayat PhD sebagai Sekretaris Ditjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
TQM dalam pengelolaan Sistem Informasi Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan SMK

Total Quality Manajemen (TQM) telah lama dikenal di dunia industri, pada waktu sekarang ini telah disadari bahwa TQM dapat diadopsi untuk digunakan dalam dunia pendidikan, khususnya dalam manajemen data individu pendidik dan tenaga kependidikan Sekolah Menengah Kejuruan.Pengelolaan Sistem Informasi Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan SMK adalah mengelola data individu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Sekolah Menengah Kejuruan yang terkoleksi dalam pangkalan data (database) SIM-NUPTK.
Terminologi SIM-NUPTK adalah suatu aplikasi program komputer “Sistem Informasi Manajemen – Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan” dengan menggunakan database Microsoft Acces yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Depdiknas. Dalam fase perkembangan institusi, Tim Pengelola SIM-NUPTK memasuki masa peralihan antara fase kelahiran dan perkembangan menuju fase pertumbuhan dan ekspansi. Maksud dibentuknya tim pengelola SIM-NUPTK adalah dapat mengkoleksi data individu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, mengolah, menganalisis dan menyajikan informasi untuk digunakan dalam program-program yang terkait dengan pendidik dan tenaga kependidikan.Penulisan artikel ini bertujuan memberikan sumbangan konsep pemikiran tentang TQM dalam pengelolaan Sistem Informasi Manajemen Pendidik dan Tenaga Kependidikan SMK.
TQM is a philosophy of continuos improvement, which can provide any educational institution with a set of practical tools for meeting and exceeding present and future customers needs, wants, and expectations. (Sallis,1993, P.34)TQM adalah sebuah filosofi tentang perbaikan secara terus menerus, yang dapat memberikan seperangkat alat praktis kepada setiap institusi pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan para pelanggannya, saat ini dan untuk masa yang akan datang. Sistem Informasi Manajemen adalah suatu sistem yang menyediakan kepada pengelola organisasi data maupun informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas organisasi. (Kumorotomo, 1994). Sistem Informasi Manajemen berbasis komputer terdiri dari manusia, perangkat keras (Hardware), Perangkat Lunak (Software), data dan prosedur-prosedur organisasi yang saling berinteraksi untuk menyediakan data dan informasi yang tepat pada waktunya kepada pihak-pihak di dalam maupun di luar organisasi (Parker, 1989:86 dalam Kumorotomo).Salah satu isu utama pengelolaan pendidik dan tenaga kependidikan, khususnya pengelolaan guru adalah distribusi dan dayaguna yang belum optimal sesuai dengan kebutuhan baik dalam jumlah, kualifikasi, kompetensi, maupun profesionalitasnya. Hal ini antara lain disebabkan oleh sistem pendataan dan informasi yang ada belum memadai. (Perhitungan Perencanaan Kebutuhan Guru, 2007).





Kontroversi Pendidik dan Tenaga Kependidikan
PROFESI pendidik - khususnya guru dan dosen - menjadi sorotan menyongsong sertifikasi. Sertifikasi merupakan keharusan bagi pendidik untuk mengetahui kecakapan, tingkat mutu dan profesionalitas sehingga akan dihasilkan pendidik yang berkualitas. Dan pendidik yang berkualitas merupakan salah satu indikator dalam penjaminan mutu pendidikan.

Pendidik ibarat sopir yang bertugas mengangkut dan mengantar penumpang sampai kepada tujuan yang diharapkan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebagai seorang sopir sudah sewajarnya membutuhkan SIM (Surat Ijin Mengemudi) yang merupakan syarat wajib profesi ini.
Para penumpang tentu akan merasa tenang dan nyaman jika sopir telah memenuhi segala persyaratan yang telah diujikan. Tetapi sebaliknya jika sopir belum dan/ atau tidak mempunyai SIM apalagi sama sekali tidak lihai mengemudi maka penumpangnya akan cemas dan bingung akan diapakan dan dikemanakan.
Di masa mendatang pendidik diwajibkan mempunyai "SIM" (Surat Ijin Mengajar) yang hanya dapat dimiliki setelah lulus sertifikasi. Diharapkan dengan sertifikasi pendidik mampu mengantarkan penumpang sampai kepada tujuan dengan selamat dan memuaskan.


Peran Tenaga Kependidikan
Jika pendidik yang diibaratkan sebagai sopir yang telah mempunyai keahlian menyetir lantas apakah kemudian perjalanan (pendidikan) akan begitu saja terjamin keselamatannya? Ternyata tidak. Setidaknya kita harus memperhatikan kondisi mobil juga. Mulai dari hidup-tidaknya lampu sorot, berfungsi-tidaknya rem, bagus-tidaknya kondisi ban dan yang paling penting ketersediaan bahan bakar dan keadaan olinya.

Semua kelengkapan mobil itu yang selanjutnya dianalogikan sebagai tenaga kependidikan. Sopir dan kelengkapan mobil menjadi satu jiwa utuh dalam membawa penumpangnya menjadi lebih aman dan terjamin. Tenaga kependidikan sebagai penunjang inilah yang perlu menjadi perhatian sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional pasal 1 bahwa (peran) tenaga kependidikan adalah penunjang penyelenggaraan pendidikan.

Adilkah jika selama ini penilaian keberhasian pendidikan hanya diukur dari faktor pendidik (guru dan dosen) saja? Menurut hemat penulis, penilaian kesuksesan pendidikan seharusnya dilihat dari berbagai sudut pandang. Mulai dari pengaturan jadwal pembelajaran yang teratur, kelengkapan sarana-prasarana sekolah yang memadai dan memenuhi standar, kebersihan dan kenyamanan lingkungan sekolah yang selalu terjaga, manajemen sekolah yang tegas serta supervisi yang ketat. Semua faktor itu adalah peran strategis tenaga kependidikan, apakah itu staf TU, pustakawan, laboran, pesuruh/ penjaga sekolah, pengawas sekolah dan kepala sekolah.
Tetapi sayangnya saat ini tenaga kependidikan belum diperhatikan sebagaimana pendidik. Suatu keprihatinan jika keduanya yang merupakan tenaga profesional dan juga berperan dalam peningkatan mutu pendidikan tidak disamakan. Pendidik - khususnya guru dan dosen - terkesan superior dan "dimanjakan" dengan UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Sedangkan tenaga kependidikan sampai saat ini pun belum mempunyai payung hukum yang menangani dan mengatur mereka secara jelas.

Disadari peningkatan mutu pendidikan masih memprioritaskan guru dan dosen sebagai kemudi pendidikan. Bisa jadi pemerintah masih menganggap peran pendidik yang dominan sebagai ujung tombak pendidikan. Tetapi apakah hanya dengan mengandalkan guru dan dosen saja pendidikan akan segera bermutu? Ibarat kesatuan sopir dan kelengkapan mobil tadi. Jika sopirnya lihai tetapi remnya blong, maka keselamatan tidak akan terjamin. Kalaupun sopirnya lihai tetapi lampu sorotnya mati, maka tidak akan bisa berjalan dengan tenang di malam hari.
Peningkatan mutu pendidikan seharusnya tidak boleh "menganak-emaskan" salah satu profesi. Karena profesi yang lain juga mempunyai peran untuk ikut andil menuju terciptanya pendidikan yang bermutu. Dan sampai saa























Tenaga Pendidikan Nonformal Butuh Perhatian
Keberadaan pendidikan nonformal atau PNF diyakini penting untuk menjangkau masyarakat yang belum terlayani kebutuhan pendidikannya di sekolah-sekolah serta untuk mendapatkan tambahan pengetahuan dan keterampilan guna meningkatkan dirinya. Namun, pentingnya PNF bagi masyarakat usia sekolah yang belum terlayani atau masyarakat yang terus ingin belajar ini belum mendapat dukungan yang cukup dari pemerintah.

Nismawati, sekretaris kelas berjalan perahu terapung Paket B di Kendari, mengatakan perhatian untuk peningkatkan kompetensi dan kualitas tutor atau pendidik di pendidikan nonformal seperti Paket B (setara SMP) masih minim. ”Dari 12 tutor yang ada, baru tiga tutor yang dapat pelatihan secara khusus bagaimana mengajar di kelas nonformal. Mereka ini kan semuanya guru di sekolah formal. Jika tidak dilatih secara khusus, pendekatan belajar di sekolah formal jadi terbawa ke peserta. Padahall PNF beda dengan di sekolah,” kata Nismawati.
Yang menkhawatirkan, kelanjutan dukungan dana bagi pembelajaran di kelas perahu berjalan untuk melayani masyarakat Suku Bajo ini sampai saat ini tidak jelas. Bantuan dana senilai Rp 300 juta dari pemerintah pusat sudah selesai. Tidak adanya dukungan dana dari pemerintah daerah setempat, meyebabkan sudah dua bulan ini gaji tutor tidak bisa dibayarkan.
Erman Syamsudin, Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan PNF Depdiknas, mengatakan PNF ini ke depannya semakin dibutuhkan. Pendidikan ini terutama untuk melayani mereka yang belum pernah sekolah, buta aksara, putus sekolah, atau tamatan sekolah tertentu yang ingin meningkatkan kualitas diri.
Selain dana yang terbatas, kendala yang cukup mengganggu adalah ketersediaan tenaga pendidikan nonformal yang jauh dari ideal. Dari data tahun 2004 terlihat bahwa pemerintah membutuhkan 744.790 tenaga pendidikan nonformal, seperti tutor, pamong pendidikan anak usia dini, instruktur kursus, dan lain-lain, namun yang ada hanya 223.622 tenaga PNF.
Dalam kaitannya dengan wajib belajar, PNF sebenarnya dibutuhkan untuk anak usia belajar yang belum terlayani karena kondisi geografis atau sosial ekonomi. Dari data mengenai perkembangan putus sekolah di Indonesia, untuk tahun ajaran 2005/2006, tercatat 824.684 siswa SD. Di tingkat SMP, angka putus sekolah mencapai 148.890 siswa atau 1,97 persen. Adapun di SMA, angka putus sekolah mencapai 171.485 siswa.






Saatnya Dibuat UU Tenaga Kependidikan
Jakarta, Kompas - Maraknya tuntutan agar manajemen pengangkatan, penggajian, dan pembinaan guru dikembalikan dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat merupakan ekspresi kegelisahan para insan kependidikan terhadap sistem birokrasi. Permasalahan itu tidak akan selesai jika solusinya hanya merevisi undang-undang terkait.
"Daripada berharap pada revisi undang-undang, akan lebih efektif jika dibuat sebuah undang-undang yang lebih akomodatif. UU yang dimaksud tidak hanya mencakup tentang guru, tetapi seluruh unsur yang terkait dengan tenaga kependidikan," ujar anggota Komisi VI DPR, Ferdiansyah, di Jakarta, Rabu (19/11).
Wakil rakyat dari Fraksi Partai Golkar tersebut menilai, terminologi tenaga kependidikan jauh lebih lentur dibanding terminologi guru. Tenaga kependidikan cakupannya meluas pada guru sebagai tenaga pengajar berikut unsur-unsur yang terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar. Termasuk di dalamnya tenaga pengelola perpustakaan, laboratorium, dan tutor. Bahkan, dosen perguruan tinggi pun ikut terakomodasi.
UU Guru
Ferdiansyah menyambut baik hasil Lokakarya Peningkatan Status dan Profesionalisme Guru yang diadakan Badan Litbang Depdiknas dan UNESCO pekan lalu. Lokakarya antara lain merekomendasikan ditetapkannya undang-undang (UU) tentang guru.
Kalangan guru, ahli kependidikan, dan birokrat mendesak lahirnya UU yang mengangkat martabat dan meningkatkan status guru serta mengatur mulai dari perekrutan sampai pemberhentian guru. Perlu ada satu sistem pengangkatan dan pembinaan guru yang dikelola di bawah satu atap secara sinergi.
"Rekomendasi tersebut sudah tepat, mengingat profesi guru memang belum dilindungi oleh sebuah UU secara spesifik," ujar Ferdiansyah.
Namun, sesuai dengan semangat Undang-Undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, ia menyarankan gagasan tersebut diperlebar untuk melahirkan UU yang lebih komprehensif tentang tenaga kependidikan.
"Kalau terminologinya hanya berorientasi guru, nilai jualnya rendah dan tidak terlalu bersambut dengan banyak kalangan. Padahal, masalah ini memerlukan dukungan berbagai pihak," kata Ferdiansyah.
Tenaga kependidikan
Menurut Ferdiansyah, meskipun periode keanggotaan DPR saat ini tinggal lebih kurang setahun, pemerintah tidak perlu ragu mengajukan Rancangan UU Tenaga Kependidikan ke DPR. Rancangan tersebut tidak akan dimentahkan atau didiamkan oleh anggota DPR periode selanjutnya (pasca-Pemilu 2004).
"Paling tidak, anggota DPR dan pemerintah periode selanjutnya sudah punya agenda prioritas," kata Ferdiansyah.
Secara terpisah, pengamat pendidikan dari Yogyakarta, Prof Dr Djohar MS, menilai, penanganan aspek pendidikan nasional, termasuk guru sebagai intinya memerlukan komitmen politik pemerintahdan DPR.
Karena itu, dia setuju jika pemerintah dan DPR terus diingatkan untuk membuat rancangan kebijakan yang berpihak pada tenaga kependidikan.
Mantan Rektor IKIP Yogyakarta (sekarang Universitas Negeri Yogyakarta) tersebut mengingatkan agar penyusunan kebijakan tentang tenaga pendidikan sejak awal melibatkan organisasi profesi terkait.

Read more...

Manajemen sarana dan prasarana

Pembiayaan Pendidikan Perlu Diatur Lebih Tegas
Rabu, 5 Maret 2008 | 20:39 WIB
JAKARTA, RABU - Pembiayaan pendidikan masih harus diatur lebih tegas lagi. Terutama dengan adanya istilah pendidikan gratis yang kian mencuat, terutama dalam kampanye-kampanye pemilihan pejabat.
Hal ini terungkap dalam diskusi publik bertajuk Membedah Persfektif Pembiayaan Pendidikan, Rabu (5/3). Salah satu pembicara, pengamat pendidikan sekaligus Sekretaris Jenderal Dewan Pendidikan DKI Jakarta, Agus Suradika mengungkapkan, terdapat kesenjangan yang lebar terhadap pemaknaan "pendidikan gratis." Masyarakat mempersepsi pendidikan gratis sebagai gratis untuk semua keperluan pendidikan mulai dari SPP, buku, tas, pakaian, bahkan ongkos ke sekolah.
Pemerintah sendiri tidak mendefinisikan dengan jelas makna dari pendidikan gratis. Pemerintah pusat mengimplementasikannya dalam bentuk BOS atau Bantuan Operasional Sekolah. Sedangkan, pemerintah daerah seperti di DKI Jakarta melaksanakannya dalam bentuk BOP atau Biaya Operasional Pendidikan. Pendidikan gratis di DKI Jakarta diterjemahkan sebagai BOS ditambah BOP, tanpa dirinci biaya dan bantuan itu untuk pembiayaan apa saja.
Agus Suradika mengatakan, sebetulnya jika pemerintah mewajibkan warga negara untuk belajar melalui program wajib belajar pendidikan dasar, berarti pendidikan merupakan barang publik. Dengan diposisikan sebagai barang publik, pemerintah berwenang untuk mengatur. Namun, agar memiliki kekuatan memaksa, pemerintah sudah seharusnya menanggung bagian terbesar dari dana pendidikan.



















Dana Pendidikan Mengalahkan Anggaran PU
dprdkutaikartanegara.go.id - 19/12/2006 14:25 WITA
BILA betul anggaran pelaksanaan pendidikan bagi rakyat Kutai Kartanegara 20 persen dari APBD 2007, kemudian anggaran itu tidak “ditelikungi” artinya murni untuk pendidikan. Dapat dipastikan kualitas maupun mutu pendidikan di daerah ini bakalan maju selangkah. Apalagi anggaran pendidikan itu jauh lebih besar dari anggaran Dinas Pekerjaan Umum (PU).

Dalam anggaran 2007, biaya pendidikan di Kukar diplot sangat tinggi, bahkan mengalahkan anggaran Dinas Pekerjaan Umum (PU). Panitia Anggaran (Panggar) DPRD setempat sudah mengalokasikan dana pendidikan sebesar 20 persen dari APBD. Namun plot anggaran 20 persen itu termasuk pembiayaan sejumlah dinas teknis untuk membangun maupun merehab gedung sekolah dari tingkatan SD sampai SLTA, salah satu di antara dinas teknis itu adalah Dinas PU Kukar.

Mengapa Dinas PU termasuk dalam anggaran pendidikan, karena instansi teknis inilah yang nantinya bergerak melakukan realisasi perbaikan gedung-gedung atau bangunan sekolah yang rusak. Sebagaimana data yang dikeluarkan Dinas Pendidikan (Disdik) Kukar, di daerah ini terdapat sekitar 425 ruang belajar yang harus diperbaiki. Kendati melibatkan dinas teknis, Panggar DPRD tetap mengalokasikan anggaran pendidikan yang nantinya dikelola oleh Disdik jauh lebih besar dibanding anggaran untuk Dinas PU.

Sebagaimana diungkapkan Ketua DPRD Kukar H Bachtiar Effendi, besaran anggaran pendidikan yang sudah masuk dalam pendataan Panggar sebesar Rp594 miliar lebih. Sedangkan untuk dinas teknis PU hanya Rp75 miliar atau 4 persen dari APBD.

“Untuk ketepatan pemanfaatan anggaran pendidikan itu, Disdik diminta sesegera mungkin memberikan persentasikan atau rincian kebutuhan pembiayaan pendidikan secara umum kepada DPRD,” kata Bachtiar kepada wartawan di Tenggarong baru-baru ini.

Pembiayaan pendidikan secara umum tersebut, tentunya tidak termasuk pembiayaan gaji guru dan pembiayaan kedinasan untuk lingkungan Disdik. Karena untuk pembayaran gaji sudah diplot melalui anggaran di luar dari 20 persen dana pendidikan.

Sementara itu, Saiful Aduar, yanbg juga anggota panitia anggaran DPRD, merincikan anggaran pendidikan 20 persen yang tersebar di sejumlah instansi teknis tersebut, untuk Dinas PU 2 persen atau Rp75 miliar, kemudian untuk Dinas Pendidikan Luar Sekolah (Dikluspora) 0,3 persen setara Rp10,4 miliar, selanjutnya Bagian Kesejahteraan Masyarakat (Kesra) Rp16,2 miliar atau 0,4 persen. Sedangkan alokasi untuk Gerbang Dayaku 1 persen atau Rp33 miliar. Untuk Disdik sendiri Rp594 miliar sama dengan 16 persen.

Dengan begitu total anggaran tersebut Rp729,7 miliar atau setara 19,5 persen. Untuk melengkapi 20 persen, saat ini Disdik tengah menyusun persentasi akan kebutuhan pembiayaan pendidikan, termasuk mengeventarisir sejumlah pelaksanaan pendidikan lainnya di luar dari pembiayaan kedinasan lebih-lebih yang berkaitan dengan gaji guru yang sudah tersedia dalam Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) hingga 2006. Konon mulai 2007, gaji bagi semua PNS dibebankan pada APBD daerah setempat. Hal ini masih dalam tahap persiapan, termasuk soal perdanya.

Sementara itu, masyarakat berharap dengan besarnya dana yang akan diperoleh oleh Disdik itu, hendaknya pada 2007 sampai seterusnya tidak ditemukan lagi sekolah rusak atau fasilitas pendidikan, seperti gedung sekolah, meja kursi yang tidak layak pakai lagi. Begitu juga diminta kualitas pendidikan di daerah ini tidak berada pada urutan terbawah dibanding 13 kabupaten/kota yang ada di Kaltim. Paling tidak dari tahun ke tahun kualitas pendidikan bisa dientaskan.

“Mendapatkan dana besar, tentunya pendidikan di daerah ini bisa ditingkatkan pula, terutama kualitasnya,” kata Dharmawati selaku warga Kukar.

Harapan yang sama juga diungkapkan Saiful Aduar yang sangat peduli dengan dunia pendidikan. “Sampai saat ini, kualitas pendidikan di Kukar masih jauh tertinggal. Memang untuk meningkatkan kualitas pendidikan tidak semudah membalik telapak tangan, tetapi setidaknya dari tahun ke tahun jalannya tidak stagnan,” ujar Saiful, berharap. (gu2n/kon)





















Digagas, Raperda Pembiayaan Pendidikan
• Untuk Mengawal Anggaran 20%
SEMARANG - Komisi E DPRD Jawa Tengah memandang perlu adanya peraturan daerah (perda) yang mengatur tentang pembiayaan pendidikan. Peraturan itu dinilai penting agar pengalokasian dan pelaksanaan anggaran pendidikan 20% dari APBD berjalan sebagaimana mestinya.
''Kami pikir langkah itu perlu diambil agar terjadi konsistensi dalam penganggaran di bidang pendidikan,'' kata Thontowi Jauhari, Sekretaris Komisi E DPRD Jateng, Minggu (3/12).
Menurut dia, usulan adanya perda yang mengatur pembiayaan pendidikan itu muncul, salah satunya karena langkah Pemprov Jateng yang terlalu jauh ''mengambilalih'' urusan anggaran pendidikan. Misalnya, pada RAPBD 2007 sebagian besar anggaran justru dikelola oleh Sekretariat Daerah (Setda), sedangkan yang dikelola Dinas Pendidikan dan Kebudayaan jumlahnya kalah banyak. Padahal yang bersentuhan langsung dengan urusan pendidikan adalah dinas yang bersangkutan.
Dengan perda itu kelak bisa diatur besar anggaran yang masuk atau dialokasikan untuk pendidikan formal dan informal. ''Dalam perda itu anggaran untuk keduanya diatur untuk apa saja. Tidak seperti sekarang, semua anggaran masuk ke Sekretariat Daerah,'' katanya.
Dia mencontohkan, anggaran insentif untuk guru swasta berada di rekening setda, anggaran insentif untuk SD/MI juga masuk ke rekening Setda, padahal dahulu berada di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.
''Belum lagi dana yang masuk ke Dewan Pendidikan, juga mengalir lewat pos Setda,'' imbuh politikus dari Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Komisi E, lanjutnya, juga perlu masukan dari masyarakat, pengamat, dan praktisi pendidikan mengenai gagasan tersebut yang kemudian digabungkan dengan gagasan para anggota komisi yang membidangi kesejahteraan rakyat itu. Gubernur juga diharapkan menyampaikan konsep Raperda Pembiayaan Pendidikan itu. Selanjutnya, disandingkan dengan rancana legislatif. Hasilnya, diharapkan menjadi sebuah peraturan daerah yang mampu memayungi anggaran pendidikan di Jateng.
''Apabila peraturan daerah itu terealisasi, akan menjadi salah satu peninggalan Gubernur Mardiyanto setelah tidak menjabat lagi,'' ucap dia.
Anggota Komisi E DPRD Jateng, Masruhan Samsurie, mengatakan, alokasi anggaran pendidikan yang lebih banyak ditempatkan di Setda, dikhawatirkan akan menghambat pelayanan publik di bidang tersebut. Selama ini telah diketahui, urusan birokrasi di tubuh eksekutif dinilai terlalu rumit dan bertele-tele.
Gubernur Mardiyanto dalam penjelasannya belum lama ini menyatakan tidak ada masalah dana pendidikan.
Sebagian besar ditempatkan di pos Setda. Anggaran pendidikan tidak harus semuanya dikelola Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, seperti anggaran untuk pendidikan di luar sekolah. (G17,H7-41n)








































PENDIDIKAN DASAR GRATIS : SEBUAH TONGGAK SEJARAH
May 12th, 2005 Oleh: Satria Dharma
Hari Jum’at ini, 13 Mei 2005, jajaran aparat pemerintah Kota Balikpapan, eksekutif maupun legislatifnya akan berangkat studi banding ke Kabupaten Jembrana di Bali untuk mempelajari bagaimana kabupaten kecil dengan penduduk sekitar 251.164 orang (2003) dan APBD sebesar 232 Milyar dan PAD hanya 9,5 M mampu melakukan terobosan bersejarah dengan menggratiskan biaya pendidikan bagi semua pelajarnya sejak tingkat SD s/d SLTA.
Mengapa studi banding ini penting? Karena jika Balikpapan mampu belajar sehingga mampu melaksanakan hal yang sama yaitu membebaskan biaya penddikan bagi siswanya, dan semestinya memang bisa mengingat betapa besarnya potensi kota ini, maka hal tersebut akan menjadi tonggak bersejarah bagi nasib bangsa kita khususnya bagi penduduk Balikpapan.
Tonggak sejarah terpenting dalam mengubah nasib bangsa di masa depan sebenarnya telah dilakukan oleh wakil-wakil rakyat kita di MPR yang dengan gagah berani menetapkan 20 % APBN dan APBD untuk anggaran sektor pendidikan dengan memasukkan amandemen pasal 31 Ayat (3) UUD 1945. Seperti yang dinyatakan oleh Ace Suryadi Ph.D Staf Ahli Mendiknas, keputusan politik tersebut sangat monumental sehubungan dengan tantangan bangsa Indonesia dalam menghadapi persaingan di era tanpa batas ini.
Meski semua sepakat bahwa bahwa sumber daya manusia (SDM) yang berkualitaslah yang diperlukan untuk bersaing dengan negara-negara lain dalam berbagai bidang, khususnya ilmu pengetahuan dan teknologi, Namun, masih banyak kalangan yang belum ‘sreg’ dengan isi perubahan Pasal 31 Ayat (3) UUD 1945 tersebut. Alasannya, banyak sektor lain yang juga memerlukan anggaran yang juga besar, khususnya pengembangan ekonomi rakyat.
Amanah undang-undang yang menetapkan anggaran pendidikan minimal 20 persen dari APBN dan APBD memiliki orientasi yang sangat jelas, yaitu untuk meningkatkan daya saing bangsa yang semakin lama semakin terpuruk. Namun, amanat ini memang tidak mudah direalisasikan karena sebagian besar komponen dana dalam struktur APBN kita yaitu 34 persen telah dialokasikan untuk pembayaran utang luar negeri kita dan 25 persen untuk dana perimbangan. Kondisi ini memang tidak mudah bagi pemerintah karena pembagian “kue APBN” pada dasarnya adalah zero-sum, naiknya anggaran pendidikan harus dipahami mengandung risiko berkurangnya “pembagian kue” untuk sektor lain.
Tapi itu adalah gambaran nasional. Dalam level propinsi, maupun kota dan kabupaten, Propinsi Kaltim dan semua kabupaten dan kotanya, sebagai propinsi terkaya di Indonesia, sebetulnya mampu untuk mewujudkan cita-cta bangsa tersebut. Kebijakan otonomi daerah sebenarnya telah memberikan kewenangan yang begitu besar bagi setiap kepala daerah untuk mewujudkan cita-cita bangsa tersebut bagi penduduk daerah masing-masing. Dan itulah yang dilakukan oleh Prof DR Drg I Gde Winasa, Bupati Jembrana dengan mewujudkan pembebasan biaya pendidikan bagi penduduknya, disamping biaya rumah sakit gratis, KTP gratis, asuransi kecelakaan gratis, pembebasan PBB pertanian, dll demi kesejahteraan penduduknya.
Menurut Ace, anggaran pendidikan adalah sarana ampuh untuk perwujudan kemakmuran bangsa di masa depan. Untuk itu, anggaran pendidikan haruslah dijadikan sebagai ideologi masa depan. Sebagai ideologi masa depan, orientasi anggaran pendidikan merupakan sarana ampuh untuk perwujudan keadilan dan pemerataan kesempatan pendidikan dalam era otonomi daerah. Untuk itu dibutuhkan sistem pembiayaan yang demokratis dan berkeadilan dimana setiap orang harus memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan, paling rendah pendidikan dasar. Oleh karena itu, penuntasan wajib belajar pendidikan dasar merupakan prasyarat mutlak untuk dapat membangun sistem pendidikan yang bermutu ke depan.
Subsidi silang melalui variasi besarnya Sumbangan Pembiayaan Pendidikan (SPP) serta pemberian beasiswa untuk siswa-siswa yang kurang mampu yang selama ini dijalankan mempunyai kelemahan yang sangat mendasar yaitu adanya kesulitan struktural dalam mengukur tingkat kemiskinan keluarga siswa sebagai dasar untuk menentukan besarnya SPP, serta menerima beasiswa yang paling tepat. Berapa penghasilan keluarga yang bisa disebut ‘miskin’ dan apa patokannya? Bagaimana menentukan level subsidi bagi setiap orang tua yang dianggap ‘tidak miskin’ dan bagaimana mekanisme untuk memungutnya di level sekolah? Bagaimana sekolah mempertanggungjawabkan subsidi yang diperolehnya dari orang tua? Dll. Pada beberapa negara, subsidi silang melalui mekanisme ini tidak dianggap sebagai kebijakan yang penting dan telah mulai ditinggalkan. Mekanisme yang dilakukan oleh negara-negara maju, dan sekarang diadopsi oleh hampir semua negara, adalah dengan mewujudkan kesempatan pendidikan dasar yang merata dan adil yang dilakukan melalui kebijaksanaan pendidikan dasar yang bebas biaya (free basic education). Hal ini sebenarnya juga telah kita adopsi seperti yang dikehendaki oleh perubahan Pasal 34 Ayat (2) UUD 45 yang menyatakan “Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.”.
Di negara maju, “Bebas biaya” sebetulnya tidaklah hanya semata-mata pembebasan SPP (tuition free), tetapi pembebasan pada hampir seluruh komponen biaya pendidikan yang mencakup SPP, buku dan alat, makan siang, bahkan antar-jemput. Orangtua dibebaskan dari segala biaya pendidikan dalam arti yang secara langsung dibayarkan ke sekolah (direct payment), tetapi pembiayaan pendidikan tersebut dibebankan melalui pajak. Hal ini sebenarnya dapat dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah, misalnya, melalui Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atau pajak khusus untuk pendidikan. Melalui mekanisme ini Indonesia dapat menjadikan “sekolah gratis” dan pajak pendidikan dalam mewujudkan kesempatan pendidikan yang merata dan adil. Mekanisme pajak untuk pendidikan ini penting karena pelaksanaan Pasal 31 Ayat (3) dan Ayat (4) UUD 1945 belum akan berwujud kenyataan mengingat permasalahan struktur anggaran tadi.
Menurut Ace, mekanisme pajak yang menganut prinsip “semua anak pada dasarnya adalah anak dari semua orangtua” jauh lebih menguntungkan dibandingkan strategi memvariasikan besarnya SPP dan beasiswa, karena semua keluarga merasa bertanggung jawab untuk ikut serta membiayai pendidikan. Melalui mekanisme pajak dapat dikumpulkan dana yang lebih besar, karena basis pembayar pajak lebih luas daripada basis pembayar SPP. Sapto Sakti dari Sampoerna Foundation menginformasikan bahwa 2% keuntungan dari perusahaan-perusahaan besar macam Telkom, Gudang Garam, Sampoerna, Astra, dll saja sebenarnya bisa mencapai 160 M setahun. Suatu jumlah yang lebih dari cukup untuk membiayai anggaran pendidikan kita. Kaltim yang memiliki begitu banyak perusahaan besar tentunya akan dapat mengumpulkan dana pendidikan yang cukup besar untuk membiayai pendidikannya. Dalam hubungannya dengan pajak, alokasi dana perimbangan, khususnya Dana Alokasi Umum (DAU), untuk sektor pendidikan ditentukan oleh kemampuan daerah dari sektor pajak (untuk) pendidikan tersebut. Melalui mekanisme pajak, maka anggaran riil pendidikan bisa melonjak hampir dua kali lipat.
Menurut Survei Sosial dan Ekonomi Nasional (BPS, 1996), besarnya biaya pendidikan saat ini terdiri dari dana yang bersumber dari keluarga murid (45 persen) dan dari sumber APBN (55 persen). Namun, dana dari sumber orangtua siswa yang dibayarkan langsung ke sekolah adalah dana “siluman” yang rawan penyimpangan karena tidak ada perangkat kontrol yang jelas. Saat ini dana yang dikutip sekolah dari orang tua mencapai angka milyaran rupiah dan tidak pernah dipertanggungjawabkan secara akuntabel dan jelas rawan korupsi. Padahal kita sadar bahwa korupsilah yang menyebabkan negara kita ini terus terpuruk meski resesi sudah berlalu lama. Jika orangtua murid membayar melalui mekanisme pajak, maka pengelolaannya akan semakin efisien karena perangkat kontrolnya jelas. Akuntabilitas dan efisiensi sebagai upaya untuk menghapus korupsi di sekolah adalah kunci utama untuk memperbaiki kondisi pendidikan kita. Inilah yang yang dilakukan oleh Kabupaten Jembrana dalam membebaskan biaya pendidikan bagi penduduknya. Dan inilah yang hendak dipelajari oleh Pemerintah Kota Balikpapan.

















Bantuan Operasional Sekolah Tidak Mendiskriminasikan Siswa
Ditulis oleh Reporter Billy Antoro, tanggal 27-02-2009
Jakarta (Mandikdasmen): Bantuan Operasional Sekolah merupakan upaya untuk membangun pendidikan nasional, yang diberikan kepada semua siswa yang terdaftar pada jenjang pendidikan dasar, baik negeri maupun swasta. “Ini merupakan reformasi dalam pembiayaan pendidikan,” kata Sekretaris Direktorat Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Dr. Bambang Indriyanto di hadapan para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara, Selasa (17/2/2009).

Para anggota DPRD Sumatera Utara yang berjumlah sembilan orang ini telah melakukan kunjungan kerja ke Departemen Pendidikan Nasional, , Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta.

Menurut Bambang, sebelum 2005 pembiayaan pendidikan, khusus untuk pendidikan dasar saja yang bertujuan untuk memperkuat aspek kelembagaan. Jadi, yang dibantu adalah pihak sekolah. Tapi, ternyata mekanisme ini tidak memenuhi asas demokratisasi dalam pelayanan pendidikan. Karena itu, pembiayaan pendidikan dirubah berdasarkan siswa. “Ke manapun siswa mendaftar, dia akan mendapat BOS. Jadi BOS tidak mendiskriminasi baik kaya maupun miskin,” ujar Bambang.

Dalam diskusi yang berlangsung dua jam ini, Usman Hasibuan, salah seorang anggota DPRD Sumut berpendapat bahwa banyak sekolah yang tidak membutuhkan dana BOS. “Sebab orangtua siswanya kebanyakan orang kaya,” ucap Usman.

menanggapi pendapat ini, menurut Bambang, sekolah swasta boleh saja menolak dana BOS, tetapi harus berani meringankan beban siswa. Karena, sebagaimana amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, arah pendidikan nasional adalah gratis.

Salah persepsi

Bambang Indriyanto juga menyatakan bahwa saat ini banyak kesalahan persepsi sebagian masyarakat tentang alokasi 20% APBN untuk sektor pendidikan. “Yang beredar di masyarakat, anggaran pendidikan identik dengan anggaran Departemen Pendidikan Nasional,” tegasnya.

Padahal anggaran pendidikan juga diperuntukkan bagi lembaga/instansi yang melakukan fungsi pendidikan. “Semua lembaga negara yang menjalankan peran pendidikan mendapatkan anggaran itu,” jelas Bambang. Pada tahun 2009 ini, Depdiknas menerima anggaran dana Rp 62,098 triliun. Dari dana tersebut, Ditjen Mandikdasmen mengelola Rp 24,7 triliun.


Read more...